New York (ANTARA) - Harga minyak sedikit beragam pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), meskipun ada penurunan besar-besaran dalam persediaan minyak mentah AS, karena kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang pandemi virus corona mengurangi minat beli.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret ditutup pada 52,85 dolar AS per barel, naik 24 sen. Sementara itu patokan global minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret turun 10 sen menjadi berakhir pada 55,81 dolar AS per barel.
Baca juga: Emas turun lagi 4,3 dolar, pelemahan "greenback" batasi kerugian
Stok minyak mentah AS turun hampir 10 juta barel pekan lalu ke level terendah sejak Maret, mengejutkan pasar yang sedang memperkirakan peningkatan stok moderat.
"Pasar diarahkan oleh penarikan minyak mentah yang signifikan karena industri penyulingan terus mengubah surplus minyak mentah menjadi produk-produk penyulingan," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Yang juga membantu minyak adalah keputusan Federal Reserve AS untuk tetap berpegang pada nada dovish dan membiarkan suku bunga acuan mendekati nol untuk mempertahankan dukungan moneter sampai ada rebound yang lebih kuat dari resesi yang dipicu pandemi.
Meningkatnya jumlah kasus virus corona global, yang telah melampaui 100 juta saat infeksi melonjak di Eropa dan Amerika, sementara Asia berjuang untuk menahan wabah baru, membebani harga.
“Kekhawatiran permintaan akan tetap bersama kami untuk beberapa waktu,” kata Eugen Weinberg dari Commerzbank.
China, konsumen minyak terbesar kedua, baru-baru ini mengalami kebangkitan virus corona. Data resmi China menunjukkan 75 kasus baru COVID-19 yang dikonfirmasi pada Rabu (27/1/2021), kenaikan harian terendah sejak 11 Januari.
Para analis mengatakan harga bisa mendapat keuntungan dari produksi minyak AS yang lebih rendah sebagai akibat dari peraturan industri yang lebih ketat oleh pemerintahan Biden, yang pada Rabu (27/1/2021) menghentikan sewa baru minyak dan gas di tanah federal dan memotong subsidi bahan bakar fosil saat ia mengejar kebijakan hijau.
"Kami akan mengamati angka-angka produksi ini untuk melihat apakah produsen minyak AS dapat mengatasi peraturan lingkungan yang lebih ketat dan lingkungan pendanaan yang lebih keras serta meningkatkan produksi," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.