Medan (ANTARA) - Fraksi-fraksi di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara menilai keterlambatan pengesahan RAPBD Tapanuli Utara 2021 disebabkan oleh keterlambatan Pemkab Taput melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyampaikan rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), sebagaimana tahapan yang diatur dalam Permendagri 64 tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2021.
Selain itu keterlambatan ini juga dipicu oleh sikap TAPD yang tidak memegang prinsip kesetaraan antara eksekutif dan legislatif dalam pembahasan KUA-PPAS dan RAPBD Tapanuli Utara.
Hal ini disampaikan Perwakilan Fraksi-Fraksi DPRD Taput, yaitu Frengky Simanjuntak, SE, Msi, Tota Situmeang dan Parsaoran Siahaan, ST (Fraksi Hanura), Mauliate Sitompul, Mangoloi Pardede, SE, Lufiana Siregar (Fraksi Nasdem), Lamhot Sipahutar (Fraksi Golkar), Martohap Aritonang, SH dan Tohonan Lumban Toruan (Fraksi Garda Persatuan), bersama Wakil Ketua DPRD Tapanuli Utara Fatimah Hutabarat, seusai melakukan konsultasi dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sumatera Utara, Jumat (11/12) di Jalan Imam Bonjol Medan Medan.
Tota Situmeang menyampaikan, sesuai tahapan yang diatur Permendagri 64 tahun 2020 rancangan KUA-PPAS sudah harus diserahkan oleh pemerintah kepada DPRD paling lama minggu kedua bulan Juli 2020.
Akibat keterlambatan ini, DPRD sudah menyurati Bupati Taput tertanggal 22 September 2020, namun tidak ada respon dari pemerintah. Pemerintah baru menyampaikan rancangan KUA-PPAS tanggal 06 November 2020 atau terlambat sekitar 3 bulan.
“Keterlambatan ini, disertai dengan materi rancangan PPAS yang tidak mengakomodir aspirasi dewan terkait minimnya pengalokasian anggaran untuk infrastruktur dan pertanian, menimbulkan dinamika yang cukup tinggi pada pembahasan di tingkat Komisi dan Badan Anggaran,” kata Tota Situmeang.
Lucana Siregar dari fraksi Nasdem menjelaskan usulan-usulan anggota Dewan melalui pokok-pokok pikiran, usulan masyarakat saat pelaksanaan kegiatan reses dan usulan prioritas masyarakat pada saat Musrembang kecamatan telah disepakati oleh kedua belah pihak akan diakomodir dalam PPAS, dengan menambah pagu anggaran pada beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD), khususnya bidang infrastruktur dan pertanian.
“Mempertimbangkan kejadian-kejadian sebelumnya, sering terjadi kesepakatan di rapat Dewan tidak ditaati pihak pemerintah. Kami meminta kepada tim anggaran pemerintah supaya segera melakukan revisi dan sinkronisasi Rancangan PPAS. Bahkan kami meminta tim anggaran pemerintah harus menyampaikan kepada dewan sebelum pelaksanaan rapat Paripurna penandatanganan KUA-PPAS yang dijadwalkan tanggal 27 November,” kata Luciana Siregar.
Tetapi faktanya, sampai menjelang rapat Paripurna tanggal 27 November 2020, tim anggaran pemerintah tidak menyampaikan revisi PPAS secara tertulis kepada Dewan. Hal ini menyebabkan sebagian anggota Dewan tidak bersedia mengikuti rapat paripurna yang menyebabkan rapat tidak kuorum.
“Pemerintah sudah terlambat menyampaikan rancangan KUA-PPAS kepada Dewan. Kemudian tidak bersedia mengakomodir usulan Dewan secara tertulis, ini kan namanya arogansi. Sepertinya bagi pemerintah kabupaten, Dewan ini hanya dianggap sebagai tukang stempel. Padahal sesuai fungsi anggaran Dewan, kami harus memperjuangkan usulan dan kebutuhan masyarakat untuk ditampung dalam APBD,” tambah Lamhot Sipahutar dari Fraksi Golkar.
Lamhot menjelaskan, akibat perbedaan pendapat ini, rapat paripurna tanggal 27 November 2020 tidak terlaksana. Selanjutnya DPRD Taput mengagendakan Rapat Paripurna ulang tanggal 1 Desember, tanggal 7 Desember dan tanggal 8 Desember dengan harapan pemerintah bisa menyampaikan Revisi PPAS yang sudah disepakati. Tetapi walaupun rapat sudah kuorum, pemerintah tidak bersedia lagi menghadiri rapat paripurna penandatanganan KUA-PPAS tanpa alasan yang jelas.
Martohap Aritonang, SH dari Fraksi Garda Persatuan mengungkapkan, walaupun Pemerintah sudah terlambat menyampaikan KUA dan PPAS serta Rancangan APBD sekitar 3 bulan, sepertinya Pemkab ingin memaksa Dewan untuk melakukan pembahasan KUA Dan PPAS secara kilat, dari seyogyanya sekitar 90 hari yang disyaratkan PP 64 Tahun 2020, untuk mengejar tenggat waktu yang disyaratkan Permendagri tanggal 30 November 2020.
“Ketika target tersebut tidak terpenuhi, pemerintah daerah dalam hal ini Bupati dan Sekda berupaya memboikot pengesahan KUA-PPAS dan RAPBD Taput 2021 dengan tidak menghadiri Rapat Paripurna Dewan tanpa alasan yang jelas. Padahal, dalam Permendagri No 64 masih dimungkinkan pembahasan RAPBD untuk ditetapkan melalui Perda sebelum tahun anggaran berjalan dimulai,” ujar Martohap Aritonang.
Wacana yang dimunculkan Bupati dan Sekda Taput untuk menetapkan APBD Taput melalui peraturan kepala daerah, sebagaimana dilansir beberapa media beberapa hari terakhir, menurut Martohap Aritonang, justru menunjukkan ketidakmampuan Bupati mengelola pemerintahan dan mengakomodir aspirasi dan kebutuhan masyarakatnya.
Menurut dia, penetapan peraturan kepala daerah atau Perkada sebagai dasar hukum APBD adalah ketika tidak ada lagi kesepahaman dengan DPRD atau ketika mayoritas fraksi di DPRD menolak RAPBD yang diajukan pemerintah. Saat ini justru DPRD Taput mengagendakan Rapat Paripurna untuk penetapan KUA-PPAS, dan pembahasan R.APBD, dengan catatan pemerintah supaya mengakomodir usulan-usulan anggota Dewan yang merupakan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
“Kita heran melihat sikap Bupati, Wakil Bupati dan Sekda Taput ini. Mereka kelihatannya sangat ngotot untuk menetapkan APBD Taput melalui Perkada. Jangan-jangan ini upaya mereka untuk menutupi ketidakmampuannya sekaligus membatasi fungsi anggaran Dewan,” kata Parsaoran Siahaan dari Fraksi Hanura.