New York (ANTARA) - Harga minyak anjlok lebih dari empat persen pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), dan membukukan penurunan mingguan kedua beruntun, setelah Presiden AS Donald Trump dinyatakan positif COVID-19, mengguncang aset-aset berisiko ketika peningkatan produksi minyak mentah global mengancam pemulihan pasar yang lemah.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pegiriman Desember merosot 1,66 dolar AS atau 4,1 persen, menjadi menetap pada 39,27 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) terpangkas 1,67 dolar AS atau 4,3 persen, menjadi ditutup pada 37,05 dolar AS per barel. .
Brent anjlok tujuh persen pada minggu ini dan WTI merosot delapan persen. Kedua kontrak mencatat penurunan mingguan selama dua minggu berturut-turut.
Ketidakpastian seputar kesehatan presiden AS menambah serangkaian kegelisahan, termasuk laporan pengangguran AS yang lesu dan peningkatan pasokan dari produsen minyak dunia utama.
“Ini merupakan minggu yang sulit, dan sekarang diagnosis presiden mengirimkan getaran ke seluruh pasar,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York. "Pandemi COVID-19 telah membebani pasar minyak lebih besar dari kelas aset lainnya."
Minggu ini menandai tonggak suram dari satu juta kematian dan beberapa negara memperketat pembatasan dan mempertimbangkan penguncian saat infeksi semakin cepat.
Pemulihan pasar tenaga kerja AS melambat pada September, ketika data penggajian non-pertanian meningkat 661.000 pekerjaan bulan lalu setelah naik 1,49 juta pada Agustus, kata Departemen Tenaga Kerja AS.
Pengumuman Trump bahwa dia dan Ibu Negara Melania Trump dinyatakan positif COVID-19 memicu aksi jual di pasar ekuitas di seluruh dunia.
Peningkatan pasokan juga membebani pasar. Perusahaan-perusahaan energi AS menambahkan rig minyak dan gas alam dalam minggu terakhir, menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes Co, sinyal akan lebih banyak pasokan yang akan datang.
Kenaikan tersebut merupakan yang ketiga kali berturut-turut, dan terjadi ketika kenaikan harga dalam beberapa bulan terakhir mendorong beberapa produsen untuk mulai melakukan pengeboran lagi.
Pasokan minyak mentah dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) juga naik pada September sebesar 160.000 barel per hari (bph) dari bulan sebelumnya, sebuah survei Reuters menunjukkan.
Kenaikan ini terutama disebabkan oleh peningkatan pasokan dari Libya dan Iran -- anggota OPEC yang dibebaskan dari pakta pasokan antara OPEC dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+.
Produksi Libya telah meningkat menjadi 270.000 barel per hari, lebih besar dari perkiraan analis setelah pelonggaran blokade oleh Tentara Nasional Libya.
Pasar juga tertekan di tengah kekhawatiran tentang negosiasi yang sedang berlangsung antara Kongres dan Gedung Putih mengenai paket stimulus ekonomi tambahan untuk meningkatkan dukungan terhadap ekonomi.