Jakarta (ANTARA) - PT Perusahaan Listrik Nasional (PLN) menjelaskan penyebab kenaikan tagihan listrik yang terjadi di masyarakat pada dua bulan terakhir.
“Tidak ada kenaikan tarif dasar listrik, itu tidak benar sama sekali,” kata Executive Vice President Corporate Communication & CSR PT PLN, I Made Suprateka dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu.
Selain itu, Made juga membantah adanya tuduhan subsidi silang yang dilakukan PLN secara diam-diam untuk menutupi beban tanggungan listrik selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
PLN menjelaskan bahwa kenaikan tarif akibat penggunaan konsumsi listrik rumah tangga yang meningkat dikarenakan aktivitas di rumah semakin banyak dalam memakai listrik.
Baca juga: PLN Sumut jamin pelanggan bersubsidi diberi keringanan biaya listrik
Baca juga: PLN Sumut jamin selama Ramadhan tidak ada pemadaman listrik
Selain itu, pada bulan Maret PLN tidak melakukan pencatatan meter, namun menggunakan kebijakan rata-rata pemakaian pada tiga bulan sebelumnya (Desember, Januari dan Februari).
Lebih lanjut Made memberikan contoh. Apabila rata-rata tiga bulan terakhir (Desember 2019 - Februari 2020) didapat pemakaian sebesar 50 Kwh, maka pada bulan Maret 2020 akan didapat tagihan sebesar 50 kwh.
Namun, kenaikan penggunaan listrik terjadi karena masyarakat mulai bekerja dari rumah atau adanya kebijakan WFH, sehingga tagihan listrik ada yang naik menjadi 70 kWH. Artinya, ada 20 kWh yang belum ditagihkan ke pelanggan.
Selanjutnya, pada April 2020, tagihan listrik sejumlah pelanggan kembali naik karena PSBB diterapkan penuh. Sehingga, sebagian masyarakat bekerja 24 jam di rumahnya. Akibatnya, tagihan listrik naik 90 kWH. Maka, tagihan tersebut akan ditambahkan dengan 20 kWh yang belum tertagih pada Maret 2020. Sehingga totalnya menjadi 110 kWh. Kesan inilah, menurut Made, membuat masyarakat merasakan kenaikan listrik berkali-kali lipat dari pemakaian normal.