Jakarta (ANTARA) - Sejak pandemik virus corona berlangsung, masyarakat diharapkan menggunakan uang elektronik sebagai pencegahan penularan, lantas seberapa besar kemungkinan terpapar COVID-19 lantaran uang tunai?
Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI), Dr. Moh. Adib Khumaidi, SpOT mengatakan transaksi menggunakan uang tunai memungkinkan untuk menularkan virus corona. Sebab, uang tersebut berpindah dari tangan ke tangan yang tidak diketahui riwayat kebersihannya.
"Saat ada transaksi yang uang tunai dari tangan ke tangan, kita enggak tahu orang yang pegang uang itu tangannya habis apa? Entah pegang kuping, entah tidak cuci tangan atau lainnya, di mana virus dan kuman bisa berpindah ke uang," kata dr. Adib dalam virtual conference "Positif Gotong Royong Digital", Kamis.
Baca juga: Arab Saudi laporkan 1.325 kasus tambahan virus corona
Baca juga: Sudah 1.391 pasien COVID-19 di Indonesia dinyatakan sembuh
Menurut dr. Adib, penelitian sudah membuktikan jika virus corona dapat bertahan di benda seperti kertas dan logam selama 48 jam. Oleh karenanya, penularan melalui uang tunai cukup memungkinkan.
"Bukan hanya uang tunai aja tapi dengan benda-benda tertentu juga. Ada penelitiannya bahwa di benda logam bisa bertahan 24-48 jam. Ini penelitian yang penting, akhirnya kebutuhan uang tunai beralih menjadi uang digital dan ini penting," jelasnya.
dr. Adib juga mengungkap jika mendeteksi penyebaran virus corona bisa dilakukan menggunakan sinar ultra violet (UV).
"Sekarang ada teori juga untuk menghentikan COVID bisa dengan penggunaan sinar UV, meski tidak membunuh tapi bisa dipergunakan untuk itu. Ya tapi sinar UV kan harus ada alat khususnya. Bisa juga dengan mencelupkan uang ke cairan chloride tapi nanti uangnya rusak," ujar dr. Adib.
"Kalau hanya disemprot-semprot sanitizer saja ya bisa, tapi itu sifatnya hanya seperti cuci tangan untuk membersihkan dari kuman tapi kalau membunuh virus tidak direkomendasikan," lanjutnya.