Luwuk, Banggai (ANTARA) - Empat nasabah PT Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Luwuk, Sulawesi Temgah, dua tahun belakangan mendapati tabungan mereka bernilai sekitar Rp820 juta raib dari rekening meski tak pernah melakukan penarikan tunai.
Muhammad Rusdy Tahla SH, kuasa hukum empat nasabah BSM mengungkapkan, kejadian itu bermula dari penawaran tabungan emas yang dilakukan oleh karyawan bank melalui Program Berkebun Emas.
Baca juga: Terima kunjungan Duta Besar Belgia, Sekda Sabrina paparkan peluang investasi unggulan Sumut
Empat nasabah itu kemudian tertarik dan mengikuti program ini. Mereka menginvestasikan emasnya di BSM Luwuk. Pemrosesan tabungan emas itu dilakukan di dalam kantor BSM di hari kerja pada bulan Desember 2017 silam.
"Total tabungan emasnya hampir 2 kilogram menurut para korban," kata Rusdy, di Luwuk, Senin.
Baca juga: Bulog Sumut beli 3.500 ton beras petani
Bulan pertama berjalan lancar. Para nasabah menerima bunga tabungan emasnya. Setelah bulan kedua, muncul masalah, tanpa sepengetahuan nasabah sejumlah uang hasil transaksi emas yang ada dalam rekening BSM atas nama Nurlela Kasim raib.
Baca juga: Edy Rahmayadi sambut baik tawaran MoU Komnas HAM
Pertanyaan nasabah ke pihak bank hanya dijawab akan dimediasi untuk pengembalian dana nasabah. Meski begitu mereka mengelak jika BSM memiliki Program Berkebun mas. Hanya, emas para klien ternyata ada dalam penanganan pihak bank dengan alasan dimasukkan dalam Program Gadai Emas, sehingga muncul rekening tabungan atas tranksasi nilai emas yang dititipkan.
"Yang menjadi pertanyaan kami mengapa uang nasabah bisa ditarik dalam jumlah besar tanpa sepengetahuan nasabah," ujar Rusdy.
Kasus tersebut terus berjalan sejak tahun 2018, kemudian para nasabah sempat mengadukan hal ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Makassar, karena saat itu OJK Palu belum beroperasi diakibatkan adanya bencana alam gempa dan tsunami. Hasil audit OJK Makassar ditolak oleh pihak BSM, sehingga persoalan itu berlanjut ke OJK Pusat.
Beberapa saat kemudian, pihak BSM melaporkan mantan karyawannya berinisial SG ke Polda Sulawesi Tengah atas dugaan tindak pidana perbankan. Kasusnya saat ini tengah bergulir dan akan disidangkan di Pengadilan Negeri Luwuk, Kabupaten Banggai.
"Sidang akan digelar, tapi itu tidak mengembalikan kerugian nasabah BSM yang menjadi klien kami," ujar Rusdy.
Rusdy menambahkan sikap pihak BSM justru terlihat kurang baik menyikapi persoalan yang dialami nasabahnya. Padahal, kejadian itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun. Penarikan dana sekira Rp820 juta oleh SG yang saat itu menjabat sebagai officer gadai menurutnya menjadi tanda tanya besar atas sistem keamanan PT Bank Syariah Mandiri Cabang Luwuk.
"Bagaimana mungkin uang itu bisa dicairkan tanpa sepengetahuan nasabah. Tanpa buku rekening dan hanya dengan tanda tangan palsu. Keamanannya dipertanyakan," ujar Rusdy pula.
Masalah ini, kata Rusdy, sudah dua tahun lebih berjalan. Pihak PT BSM dianggap tidak konsisten dengan janjinya atas penyelesaian masalah empat nasabahnya. Bahkan, terkesan menggeser masalah ini sebagai masalah pribadi antara para nasabah dengan mantan karyawannya.
"Padahal ini kan jelas pembobolan rekening nasabah yang terjadi karena rendahnya integritas dan lemahnya sistem keamanan yang dimiliki PT BSM Cabang Luwuk," katanya lagi.
Rusdy juga mengomentari terkait kinerja penyidik Reskrimsus Polda Sulteng hanya menerapkan pasal 63 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar.
Padahal, kata Rusdy lagi, penyidik bisa memasukkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp10 miliar.
"Dengan menerapkan pasal TPPU, penyidik Reskrimsus Polda Sulteng dengan mudah bisa menelusuri aliran uang (follow the money) hasil kejahatan, sehingga kerugian yang dialami korban bisa segera dipulihkan," kata Rusdy.
Rusdy juga menyatakan bahwa pihak PT Bank Syariah Mandiri Cabang Luwuk tak bisa lepas tangan atas kejadian ini, sebab pembobolan rekening nasabah dilakukan oleh karyawan, maka otomatis pengembalian dana nasabah 100 persen merupakan tanggung jawab PT Bank Syariah Mandiri tanpa harus menunggu proses pidana yang tengah berlangsung.
"Jika pihak PT Bank Syariah Mandiri Cabang Luwuk tidak segera menyelesaikan kewajibannya mengembalikan dana atau emas klien kami yang masih tersimpan di PT Bank Syariah Mandiri Cabang Luwuk, maka kami berencana melakukan aksi berkesinambungan di PT Bank Syariah Mandiri Cabang Luwuk sampai dana atau emas klien kami dikembalikan secara penuh," ujar Rusdy.
"Kami berharap publik ekstra hati-hati terhadap kemungkinan berulangnya modus kejahatan semacam ini menimpa pihak lain," ujarnya pula.
Empat nasabah PT Bank Syariah Mandiri yang menjadi klien Rusdy adalah Nurdahniar Kasim, Nurlela, Raden SHI, Umar, dan Moh Vikar. Hingga saat ini penyelesaian kasus atas raibnya tabungan mereka, belum ada dari pihak bank.
Terpisah, Kepala PT Bank Syariah Mandiri Cabang Luwuk Andang saat dihubungi terkait keluhan nasabahnya itu, enggan berkomentar. Pertanyaan wartawan atas dugaan pembobolan rekening sekitar Rp820 juta hanya dijawab singkat.
"Malam pak. Maaf nanti ketemu langsung ya. Saat ini saya lagi raker di luar kota," tulisnya via pesan singkat WhatsApp.
Setelah itu, pesan konfirmasi lainnya hanya checklist dan foto yang bersangkutan hilang dari profile WhatsApp.