Jakarta (ANTARA) - Lima orang anggota Dewan Pengawas KPK tiba di kompleks istana. Mereka adalah Syamsuddin Haris, Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Harjono dan Tumpak Hatorangan Panggabean.
"Semalam dikabari, kita ingin menegakkan pemerintah yang bersih dengan memperkuat KPK, sebagaimana pun tanpa pemerintahan yang bersih kita tidak bisa meningkatkan daya saing," kata Syamsuddin di kompleks istana kepresidenan Jakarta, Jumat.
Presiden Joko Widodo dijadwalkan melantik lima orang Pimpinan dan lima orang Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi pada siang hari ini di Istana Negara.
Syamsuddin menilai bahwa pembentukan Dewan Pengawas adalah sebagai bentuk komitmen Presiden Jokowi sebagai pemberantasan korupsi.
"Semula format dewan pengawas itu dibentuk oleh DPR, oleh partai politik-politik tapi belakangan berubah sebab dibentuk oleh presiden, saya pikir ini peluang bagus presiden Jokowi untuk menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan korupsi cuma memang waktu UU KPK direvisi tampaknya beliau, tidak bisa menghindar sebab semua parpol mendukung revisi itu," tambah Syamsuddin.
Anggota Dewan Pengawas kedua yang datang adalah Artidjo Alkostar. Artidjo mengaku menerima sebagai Dewas karena menjadi panggilan republik.
"Ya panggilan republik ini, saya tidak boleh egoistis, mungkin kepentingan saya tapi kan kalau itu diperlukan kan negara perlu kita bantu, negara kita kan negara kita bersama," kata Artidjo.
Artidjo mengaku sudah dihubungi beberapa hari yang lalu.
"Anggota Dewas tergantung orangnya, kita profesional dan proporsional, proporsional itu penting menjaga keseimbangan supaya lembaga ini sehat dan bekerja baik, sesuai harapan bersama," ungkap Artidjo.
Selanjutnya ada Albertina Ho yang mengaku baru diberikan undangan sebagai Dewas pada hari ini.
"Ini kan perintah, baru dikasih undangan, sebelumnya belum tahu," kata Albertina.
Albertina mengaku tidak ada diskusi dengan Presiden Jokowi sebleumnya.
"Belum ada pertemuan dengan Presiden," tambah Albertina.
Sedangkan Harjono mengatakan bahwa ia akan mengerjakan tugasnya sebagai Dewas secara profesional.
"Ketentuan UU-nya jelas kita tidak bisa melewati ketentuan UU itu karena ketentuan UU kita laksanakan profesional karena mendapat kepercayaan baru dihubung itadi malam saya masih di Manado," ungkap Harjono.
Terakhir, Tumpak Hatorangan Panggabean datang ke Istana.
"Di hari yang lalu saya dipanggil tapi bukan oleh Presiden, alasan menerima dewas itu nanti kita bicara ya ini mau gladi," kata Tumpak bergegas.
Lima orang anggota Dewas KPK lainnya yang ditunjuk Presiden Jokowi adalah mantan pimpinan KPK jilid I Tumpak Hatorangan Panggabean, mantan Hakim Konstitusi Harjono, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, Nusa Tenggara Timur Albertina Ho, mantan Hakim Agung di Mahkamah Agung Artidjo Alkostar, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sjamsuddin Haris.
Tumpak Hatorangan Panggabean adalah mantan Wakil Ketua KPK periode 2003-2007 sekaligus mantan pelaksana tugas Ketua KPK 2009-2010.
Ia punya karir panjang di Kejaksaan Agung sejak 1973 mulai bertugas di Kajari Pangkalan Bun (1991-1993), Asintel Kejati Sulteng (1993-1994), Kajari Dili (1994-1995), Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik Pada JAM Intelijen (1996-1997), Asintel Kejati DKI Jakarta (1997-1998), Wakajati Maluku (1998-1999), Kajati Maluku (1999-2000), Kajati Sulawesi Selatan (2000-2001), Sesjampidsus (2001-2003).
Harjono adalah mantan Hakim Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008. Pada 2017 ia ditunjuk sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum. Harjono juga merpakan ketua Panitia Seleksi hakim MK pengganti I Gede Palguna perwakilan pemerintah.
Albertina Ho dikenal sebagai ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus suap pegawai pajak Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia dikenal gigih dan tegas dalam menyidangkan perkara. Saat ini Albertina Ho menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang.
Sedangkan Artidjo Alkostar adalah mantan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung. Ia mendapat banyak sorotan atas keputusan memperberat vonis terdakwa kasus korupsi, Artidjo sudah pensiun pada Maret 2018.
Syamsuddin Haris adalah peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Syamsuddin adalah lulusan FISIP Universitas Nasional (S-1) dan FISIP UI (S-2 dan S-3) ini mengajar pada Program Pasca-Sarjana Ilmu Politik pada FISIP Unas,.