Madina (ANTARA) - Pelaksanaan Pekan Budaya Mandailing Natal tahun 2019 yang dilaksanakan Dinas Pendidikan di gedung Serbaguna Desa Aek Parbangunan pada beberapa hari yang lalu sontak menjadi perbincangan masyarakat khususnya di kalangan budayawan dan penggiat seni.
Pasalnya dari nama kegiatannya "Pekan Kebudayaan Mandailing Natal 2019" ini berlangsung selama satu hari.
Lazimnya pekan budaya itu lamanya sepekan atau hampir sepekan atau lebih dari sepekan.
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pekan Kebudayaan diartikan sebagai pameran kegiatan kebudayaan selama sepekan.
Suatu perhelatan budaya akbar yang menampilkan ragam budaya setempat dalam perspektif modern atau ‘kekinian’.
Pekan Kebudayaan dalam upaya Pemajuan Kebudayaan dalam Pasal 5 UU 5 tahun 2017 juga menekankan untuk pengembangan tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional.
Dari sisi kebijakan nasional, Pekan Kebudayaan merupakan salah satu Resolusi Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 sebagai platform aksi bersama yang memastikan peningkatan interaksi kreatif antar budaya.
Pada kegiatan itu sewajarnya diisi ragam kegiatan seperti festival, pagelaran, pameran, forum kajian hingga ragam perlombaan.
Ternyata kegiatan-kegiatan itu tak ada dan hanya meneguhkan tiga standar budaya Mandailing yakni Ornamen Bindu, Surat Tulaktulak dan Standar Gordang Sambilan.
Menyikapi hal tersebut Budayawan Mandailing, Askolani Nasution angkat bicara. Mantan Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Madina itu menyatakan prihatin terhadap kegiatan itu.
Dikatakannya, Pekan Kebudayaan bukanlah acara seremonial belaka, juga bukan satu hari.
Harusnya, kata Askolani, Pekan Kebudayaan berdurasi beberapa hari, dengan berbagai kegiatan yang bersifat pertunjukan, pagelaran hingga lomba ragam budaya dalam berbagai media untuk merangsang penguatan entitas kebudayaan di Mandailing Natal.
“Konsep ‘Pekan Budaya Madina’ yang saya usulkan dulu di Dinas Pendidikan Madina, sekurang-kurangnya dilaksanakan tiga hari di tahun 2019,” katanya kepada ANTARA, Kamis (21/11).
“Tujuannya, selain untuk memperdalam wawasan dan apresiasi terhadap budaya daerah, juga untuk membuka ruang kreativitas seni,” katanya.
Bentuk kegiatan yang diusulkannya meliputi pertunjukan musik tradisi seperti Gordang Sambilan, Onang-Onang, Sitogol, Ungut-Ungut, dan bentuk-bentuk musik tradisi lain dari empat wilayah adat;
Kemudian pertunjukan musik kolaborasi tradisi dengan modern, pementasan drama/teater, monolog, dan drama musikal, baca puisi atau musikalisasi puisi berbahasa daerah.
Serta pertunjukan tari tradisi dan tari kreasi yang berakar budaya empat wilayah adat, pemutaran film berakar budaya daerah, film pendidikan, atau film dokumenter.
“Semua kegiatan itu melibat para pelaku seni budaya yang ada di daerah, para seniman, dan melibatkan sekolah-sekolah,” ungkap Askolani.
Dia menyebutkan, dengan cara itu sekurang-kurangnya semua para pelaku seni-budaya diberi ruang dan mereka memperoleh insentif dari karya mereka.
Oleh karena itu, Askolani menyatakan heran mengapa Pekan Kebudayaan itu hanya sehari dan miskin kegiatan.
“Mengapa jadinya hanya sebatas seremonial sehari?,” tanya Askolani heran.
Hanya digelar sehari, Pekan Budaya Mandailing Natal jadi sorotan publik
Kamis, 21 November 2019 13:10 WIB 6401