Medan (ANTARA) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara meminta kepada nelayan pemodal besar maupun nelayan tradisonal di daerah itu, agar menghentikan mengoperasikan kapal pukat harimau (trawl) yang dilarang pemerintah.
"Sudah saatnya nelayan meninggalkan alat tangkap yang ilegal itu, dan juga merusak lingkungan, serta sumber hayati di laut," kata Wakil Ketua DPD HNSI Sumut Nazli di Medan, Senin.
Pukat Hariimau itu, menurut dia, dilarang menangkap ikan di perairan Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2015, dan harus dipatuhi.
"Bagi nelayan yang masih melakukan pelanggaran, dan harus diberikan sanksi yang tegas," ujar Nazli.
Ia mengatakan, selain itu, tujuh unit kapal nelayan Tanjung Balai yang ditangkap Polda Riau, sangat memalukan dan merusak nama baik dari Daerah Sumut, dan ke depan agar tidak terulang lagi.
"Penangkapan kapal tersebut, tidak dilengkapi Surat izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang diterbitkan oieh Pemerintah Provinsi Riau," kata tokoh nelayan Sumut.
Sebelumnya, Direktorat Polisi Perairan Kepolisian Daerah Riau menangkap tujuh kapal nelayan asal Tanjung Balai Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang melaut dan menjaring ikan di perairan Panipahan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.
Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Direktorat Polisi Perairan Kepolisian Daerah Riau AKBP Wawan di Pekanbaru, Sabtu mengatakan kapal-kapal kayu berukuran cukup besar dengan bobot hingga 30 gross tonnage (GT) itu tidak dilengkapi surat izin penangkapan ikan (SIPI) yang diterbitkan oleh pemerintah provinsi Riau.
"Tim menemukan bahwa tujuh unit kapal penangkap ikan tersebut hanya memiliki SIPI yang diterbitkan oleh Pemda Provinsi Sumut dan hanya berlaku untuk di wilayah perairan Sumut saja," kata Wawan.
Penangkapan itu merupakan hasil patroli rutin yang dilakukan jajaran Ditpolair Polda Riau di perairan Rokan Hilir. Perairan itu selain berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, juga berhadapan langsung dengan Selat Malaka.