Medan (ANTARA) - Bawömataluo adalah salah satu desa di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara. Bahkan, Desa Bawomataluo yang saat ini sangat santer diberi nama "Matahari Terbit".
Istilah matahari terbit itu karena desa tersebut berada di atas perbukitan yang cukup indah dan menarik. Desa ini terdiri atas sembilan dusun dan berada pada ketinggian di atas lebih kurang 324 meter dari permukaan laut.
Desa Bawömataluo sangat terkenal sebagai desa budaya dan tradisi hombo batu (lompat batu). Sejak menyandang status sebagai desa budaya, Bawömataluo memiliki agenda budaya tahunan yang disebut sebagai Festival Budaya Bawomataluo.
Luas Desa Bawomataluo lebih kurang 7,95 km2 dan jumlah penduduk sekitar 3.116 jiwa (2013) dan kepadatan 392 jiwa/km2.
Tokoh bangsawan/keluarga raja dari Desa Bawomataluo Yasinta Fau AMKEB (69) dihubungi dari Medan, Minggu, menyambut baik rencana Pemerintah dan Panitia Nasional Sail Nias 2019 mengajukan Desa Bawomataluo menjadi salah satu situs warisan dunia UNESCO.
Warga Desa Bawotaluo yang ada di Kepulauan Nias itu juga sangat mendukung program pemerintah pusat untuk mempromosikan budaya daerah yang selama ini masih banyak belum diketahui secara luas oleh masyarakat di Tanah Air.
Dengan masuknya Desa Bawomataluo menjadi warisan dunia UNESCO itu, hal ini memberikan angin segar bagi perekonomian masyarakat di Kabupaten Nias Selatan dan kabupaten-kabupaten lainnya yang ada di Tano Niha (Tanah Nias).
Hal itu sebenarnya sudah lama ditunggu-tunggu oleh masyarakat yang berdomisili di Desa Bawomataluo agar daerah mereka yang memiliki budaya tradisional dapat menjadi warisan dunia.
Apalagi, Desa Bawomataluo memiliki banyak terdapat tradisi budaya, seperti relik megalitik, rumah tradisional, dan tradisi lompat batu. Bahkan, masih banyak lagi budaya menarik lainnya.
Selain itu, Desa Bawomataluo sudah berusia lebih dari 300 tahun. Desa ini memiliki banyak nilai-nilai sejarah dan tradisi yang sangat unik yang sering dikunjungi para wisatawan nasional maupun mancanegara.
Desa yang berada di atas bukit itu wajar didaftarkan sebagai warisan budaya dari Indonesia, dan termasuk "Heritage" peninggalan yang sudaha cukup tua dan tergolong langka.
Bawomataluo dalam bahasa Nias berarti bukit matahari. Nama itusesuai dengan letaknya yang dibangun di atas bukit sejak berabad-abad lamanya, kata Yasinta yang juga pensiunan karyawan Rumah Sakit (RS) Gleneagles Medan tahun 2012.
Desa Bawomataluo, lanjut dia, juga memiliki tari fataele (tarian perang) untuk menyambut para tamu kehormatan yang berkunjung ke daerah tersebut.
Tradisi unik lainnya yang bisa ditonton wisatawan di tempat ini adalah hombo batu yang cukup tinggi dan harus memiliki teknik/keahlian untuk melewati batu tersebut.
Pesona menarik lainnya yang terdapat di Desa Bawomataluo, antara lain, kursi kuno peninggalan raja-raja Nias. Kursi itu terbuat dari batu dan memiliki panjang lebih kurang 10 meter. Tidak hanya kursi, ada pula patung-patung kuno.
Yasinta berharap Desa Bawomataluo menjadi warisan dunia maka seluruh negara-negara di dunia akan mengetahuinya dan wisatawan akan berkunjung ke daerah tersebut.
Pemerintah pusat dan Kementerian Pariwisata perlu membangun penerangan listrik, sarana air bersih, dan prasarana jalan menuju Desa Bawomataluo yang saat ini kurang bagus.
Sarana listrik dan air bersih merupakan yang sangat penting bagi wisatawan yang berkunjung ke desa budaya dan lokasi sejarah itu. Oleh karena itu, kata Yasinta yang juga putri dari Raja Baza Nalui Fau, berharap Pemerintah Kabupaten Nias Selatan secepatnya memperbaiki berbagai kekurangan yang terdapat di Desa Bawomataluo sebagai persiapan dalam pengusulan daerah itu warisan dunia.
Situs Warisan Dunia
Sebelumnya, pemerintah dan Panitia Nasional Sail Nias 2019 akan mengajukan Desa Bawomataluo di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, menjadi salah satu situs warisan dunia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Teluk Dalam, Sabtu, mengatakan bahwa pengajuan Desa Bawomataluo sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia sudah disampaikan ke International Seminar Nias Heritage 2019 di Gunungsitoli yang merupakan rangkaian kegiatan Sail Nias 2019.
Seperti diketahui Desa Bawomataluo telah secara turun-temurun memegang teguh adat istiadatnya, termasuk tradisi unik lompat batu.
Tradisi tersebut hanya bisa ditemukan di Kepulauan Nias, khususnya di Desa Bawomataluo yang hingga kini masih dilestarikan.
Keindahan dan kekayaan alam di daerah ini tidak perlu diragukan. Dalam International Seminar Nias Heritage 2019 di Gunungsitoli yang merupakan rangkaian kegiatan Sail Nias, salah satunya untuk mengajukan Desa Bawomataluo menjadi warisan dunia, kata Luhut.
Dengan masuknya Desa Bawomataluo dalam daftar situs warisan dunia, dia yakin jumlah kunjungan wisatawan asing ke Nias akan terus naik.
Kalau itu menjadi warisan dunia, kata Luhut, akan ada di website NS, dan ini akan menjadi tujuan turis.
Dalam kesempatan itu dia juga menyampaikan perhelatan Sail Nias 2019 yang bertemakan "Nias Menuju Gerbang Wisata Bahari Dunia" ini tidak hanya berhenti di acara puncak, tetapi menjadi awal proses promosi Kepulauan Nias. Selanjutnya, dapat dikembangkan dengan berbagai kegiatan promosi lainnya pada masa yang akan datang.
Luhut menjelaskan bahwa ajang surfing internasional seperti yang pernah dilaksanakan dalam rangkaian Sail Nias 2019 dapat membantu mempromosikan Nias. Selanjutnya, dapat disusun berbagai program pariwisata Nias dalam berbagai paket wisata, kemudian disosialisasikan melalui berbagai platform.
Momentum Bersejarah
Penyelenggaraan puncak Sail Nias 2019 akan menjadi momentum sejarah bagi masyarakat di Kepulauan Nias karena dinilai akan sangat berdampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah itu.
Guna menumbuhkan peningkatan pariwisata dan pertumbuhan ekonomi, pemerintah pusat tidak segan-segan mendatangkan para duta besar dari beberapa negara di Sail Nias, kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo di Teluk Dalam, Nias, Sumut, Jumat.
Ia mengatakan bahwa Pemerintah sangat serius menggelar Sail Nias tersebut dalam upaya membangkitkan kepariwisataan di Kepuluan Nias yang memang banyak memiliki destinasi wisata, baik wisata bahari maupun wisaya budaya.
Dalam acara ini, kata dia, Yasonna Laoly mendatangkan banyak duta besar datang ke daerah ini. Mereka sekarang sudah ada di Gunung Sitoli. Mereka juga mengikuti rangkaian acara, termasuk melihat situs-situs dan museum yang ada di Nias.
Ia merasa optimistis kehadiran para duta besar itu memberikan dampak positif pada Kepulauan Nias dan Sumatera Utara pada umumnya dalam peningkatan jumlah wisatawan. Belum lagi, salah satu pusat surfing atau selancar terbaik di dunia ada di kepulauan tersebut.
Nias ini punya daya tarik. Oleh karena itu, masyarakat setempat menunjukkan keramahtamahannya supaya wisatawan asing punya kesan yang baik setelah kembali ke daerahnya dan bisa berkunjung kembali ke Nias.