New York (ANTARA) - Harga minyak turun lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), memperpanjang penurunan tiga persen sesi sebelumnya, tertekan oleh meningkatnya kekhawatiran resesi dan peningkatan mengejutkan dalam persediaan minyak mentah Amerika Serikat.
Dalam tanda kekhawatiran investor bahwa ekonomi terbesar dunia itu mungkin menuju resesi, membebani permintaan minyak, kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS terbalik pada Rabu (14/8/2019) untuk pertama kalinya sejak 2007.
Ancaman China untuk mengenakan tindakan balasan sebagai balasan atas tarif terbaru AS terhadap 300 miliar dolar AS barang-barang China juga membebani harga minyak.
Minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober kehilangan 1,25 dolar AS menjadi ditutup pada 58,23 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, dan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September turun 0,76 dolar AS menjadi menetap pada 54,47 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Baca juga: Emas berjangka naik didorong selera "safe haven"
"Minyak semakin terpukul karena penghindaran risiko kembali muncul dan kekhawatiran akan perang dagang menimbulkan perlambatan pada para pedagang," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA.
"WTI telah menikmati rebound lumayan selama minggu lalu tetapi gagal pada rintangan pertama, mengalami resistensi di sekitar posisi terendah pertengahan Juli sebelum jatuh sekali lagi."
Harga Brent masih naik 10 persen tahun ini berkat pemotongan pasokan yang dipimpin oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu seperti Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+.
Pada Juli, OPEC+ setuju untuk memperpanjang penurunan produksi minyak hingga Maret 2020 guna menopang harga. Seorang pejabat Saudi pada 8 Agustus mengindikasikan langkah lebih lanjut mungkin akan datang, mengatakan "Arab Saudi berkomitmen melakukan apa pun untuk menjaga keseimbangan pasar tahun depan."
Namun upaya OPEC+ telah dikalahkan oleh kekhawatiran tentang ekonomi global di tengah-tengah sengketa perdagangan AS dan China dan Brexit, serta meningkatnya stok minyak mentah AS dan produksi yang lebih tinggi dari minyak serpih AS.
"Pasar menjadi sangat cemas tentang pertumbuhan global," kata Tamas Varga dari broker minyak PVM.
China melaporkan data yang mengecewakan untuk Juli, termasuk penurunan mengejutkan dalam pertumbuhan produksi industri ke level terendah lebih dari 17 tahun. Kemerosotan dalam ekspor juga membuat ekonomi Jerman berbalik pada kuartal kedua.
Sementara itu, minggu kedua kenaikan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS menambah tekanan terhadap harga minyak.
Stok minyak mentah AS naik 1,6 juta barel pekan lalu, dibandingkan dengan ekspektasi untuk penurunan 2,8 juta barel, kata Badan Informasi Energi AS (EIA).
Menyediakan beberapa dukungan untuk harga minyak mentah AS, persediaan di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk WTI, turun sekitar dua juta barel dalam sepekan hingga 13 Agustus, kata para pedagang, mengutip data dari perusahaan intelijen pasar Genscape.
Itu membantu mempersempit diskon minyak mentah AS terhadap Brent menjadi sedikitnya 3,60 dolar AS per barel, mendekati level terkecil sejak Maret 2018.
Harga minyak turun lebih dari satu persen karena kekhawatiran resesi global
Jumat, 16 Agustus 2019 8:05 WIB 844