Jakarta (ANTARA) - Enam anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 divonis 4 tahun penjara sedangkan satu orang lagi divonis 6 tahun penjara karena terbukti menerima suap dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
Ketujuh orang yang divonis bersalah tersebut adalah anggota fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Sumut 2009-2014 Pasiruddin Daulay, anggota fraksi Partai Hanura DPRD Sumut 2009-2014 Elezaro Duha, anggota fraksi Partai Demokrat DPRD Sumut 2009-2014 Musdalifah, anggota fraksi Partai Demokrat DPRD Sumut 2009-2014 Tahan Manahan Panggabean, anggota fraksi Partai Demokrat DPRD Sumut 2009-2014 Tunggul Siagian, anggota fraksi PDI-Perjuangan DPRD Sumut 2009-2014 Fahru Rozi, anggota fraksi DPRD Sumut 2009-2014 Taufan Agung Ginting.
"Mengadili, menyatakan terdakwa 1 Pasiruddin Daulay, terdakwa 2 Elezaro Duha, terdakwa 4 Tahan Manahan Panggabean, terdakwa 5 Tunggul Siagian, terdakwa 6 Fahru Rozi, terdakwa 7 Taufan Agung Ginting terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa 1, 2, 4, 5, 6, 7 selama 4 tahun ditambah denda masing-masing Rp200 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim Hastoko di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Sedangkan satu orang anggota DPRD Sumut lainnya Musdalifah juga divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Vonis terhadap ketujuh terdakwa itu sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Tahan Manahan Panggabean, Tunggul Siagian, Fahru Rozi dan Taufan Agung Gintin divonis selama 4 tahun dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan sedangkan Musdalifah dipidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi, terdakwa Musdalifah tidak mengakui dan mengembalikan uang yang diterima. Hal yang meringankan, para terdakwa berlaku sopan, belum pernah dihukum, terdakwa 1, 2, 4, 5, 6, 7 menyesali dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan, terdakwa 1, 2, 4, 5, 6, 7 telah mengembalikan sebagian uang yang diperoleh dari tindak pidana," tambah hakim.
Ketujuh orang terdakwa terbukti menerima uang suap dari Gubernur Sumuatera Utara 2011-2015 Gatot Pujo Nugroho dengan besaran bervariasi yaitu Pasiruddin Daulay menerima sejumlah Rp127,5 juta, Elezaro Duha menerima sejumlah Rp515 juta, Musdalifah menerima sejumlah Rp477,5 juta, Tahan Manahan Panggabean menerima sejumlah Rp1,035 miliar, Tunggul Siagian menerima sejumlah Rp577,5 juta dan Fahru Rozi menerima sejumlah Rp397,5 juta dan Taufan Agung Ginting menerima sejumlah Rp442,5 juta.
Namun enam orang sudah mengembalikan sebagian uang juga dengan besaran bervariasi sehingga tinggal membayar hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti yaitu terdakwa 1 Pasiruddin Daulay sebanyak Rp77,5 juta, terdakwa 2 Elezaro Duha sebanyak Rp315 juta, terdakwa 4 Tahan Manahan Panggabean sejumlah Rp705 juta, terdakwa 5 Tunggul Siagian sejumlah Rp377,5 juta, terdakwa 6 Fahru Rozi sejumlah Rp322,5 juta dan terdakwa 7 Taufan Agung Ginting sejumlah Rp142,5 juta.
Sedangkan Musdalifah tidak mengembalikan sama sekali uang yang ia terima sebesar Rp427,5 juta.
"Jika dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti dan dalam hal terdakwa tidak mempunya harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama 6 bulan dan terdakwa Musdalifah selama 1 tahun," ungkap hakim Hastoko.
Majelis hakim yang terdiri atas Hastoko, Hariono, Rusmina, Ugo dan M Idris M Amin pun meminta pencabutan hak politik ketujuh terdakwa.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik kepada para terdakwa selama 3 tahun setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokoknya," ungkap hakim Hastoko.
Atas putusan tersebut, terdakwa 1, 4, 5, 6, dan 7 menerima putusan sedangkan terdakwa 2 dan 3 pikir-pikir.
Uang suap itu digunakan untuk pertama, pengesahan terhadap LPJB Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi Sumut tahun anggaran (TA) 2012. Wakil Ketua DPRD Sumut 2009-2014 Kamaluddin Harahap meminta kompensasi yang disebut "uang ketok" kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Nurdin Lubis sebesar Rp1,55 miliar untuk seluruh anggota DPRD Sumut.
Pembagiannya, anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebear Rp12,5 juta; sekretaris fraksi mendapat sebesar Rp17,5 juta; ketua fraksi mendapat Rp20 juta; wakil Ketua DPRD mendapat tambahan Rp40 juta; dan ketua DPRD mendapat tambahan Rp77,5 juta.
Kedua, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut TA 2013. Wakil Ketua DPRD Sumut saat itu Kamaluddin Harahap kembali meminta "uang ketok" sebesar Rp2,55 miliar.
Pembagiannya adalah anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebear Rp15 juta; anggota badan anggaran (banggar) mendapat tambahan sebesar Rp10 juta; sekretaris fraksi mendapat sebesar Rp10 juta; ketua fraski mendapat tambahan Rp15 juta; wakil Ketua DPRD mendapat tambahan Rp50 juta; dan ketua DPRD mendapat tambahan Rp150 juta.
Uang diberikan pada Oktober-November 2013n oleh Muhammad Alinafiah sesuai catatan pembagian uang dari Kamaluddin Harahap. Uang berasal dari SKPD di lingkungan provinsi Sumut.
Ketiga, pengesahan APBD Sumut TA 2014. Wakil Ketua DPRD Sumut saat itu Kamaluddin Harahap dan Sigit Pramono Asri menyampaikan permintaan proyek belanja modal senilai Rp1 triliun tapi Gatot menolaknya sehingga disepakati penggantiannya dalam bentuk uang tunai sebesar Rp50 miliar kepada seluruh anggota DPRD Sumut.
Pembagiannya melalui bendahara dewan yaitu Muhammad Alinafiah agar seolah-olah anggota DPRD provinsi Sumut mengambil gaji dan honor lain setiap bulannya.
Keempat, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut 2014 dan APBD Sumut TA 2015. Untuk pengesahan kedua hal tersebut, anggota DPRD meminta Rp200 juta per anggota. Permintaan itu disanggupi dan akan diberikan setelah rancangan perda tentang APBD Sumut TA 2015 disetujui DPRD Sumut.