Madina (ANTARA) - Mora Sofyan Lubis, Petugas Business Assistant (BA) Koperasi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), menjalankan tugas pendampingan koperasi di wilayah dengan tantangan geografis yang tidak ringan. Ia merupakan salah satu dari 40 BA Koperasi yang ditugaskan Kementerian Koperasi dan UKM untuk mendampingi 404 desa dan kelurahan di 23 kecamatan se-Madina berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kemenkop yang ditetapkan pada Oktober lalu.
Bisnis Asisten Koperasi memiliki peran strategis dalam penguatan usaha dan kelembagaan koperasi. Tugasnya meliputi pendampingan penyusunan rencana bisnis, perbaikan manajemen dan administrasi, peningkatan kapasitas pengurus, fasilitasi akses permodalan dan kemitraan, hingga monitoring dan pelaporan perkembangan koperasi binaan.
Mora Sofyan, lulusan Sarjana Ilmu Politik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, berdomisili di Kelurahan Gunung Baringin, Kecamatan Panyabungan Timur. Ia membina 10 desa, yakni tujuh desa dan satu kelurahan di Kecamatan Muara Sipongi yakni, Kelurahan Muara Sipongi, Koto Baringin, Tanjung Alai, Tanjung Larangan, Simpang Mandepo, Ranjo Batu, dan Limau Manis, serta tiga desa di Kecamatan Pakantan, yakni Huta Gambir, Pakantan Lombang, dan Silogun.
Dalam menjalankan tugas, Mora Sofyan harus menempuh perjalanan hingga empat jam menggunakan sepeda motor dari tempat tinggalnya menuju Muara Sipongi atau Pakantan. Bahkan untuk mencapai Desa Silogun, ia terpaksa melewati wilayah Sumatera Barat terlebih dahulu karena akses dari Kecamatan Pakantan sangat terbatas dan tidak dapat dilalui, meski dengan berjalan kaki.
“Setiap berangkat biasanya pukul 07.00 WIB. Medannya berat, sering hujan, pulang malam, dan tak jarang kendaraan rusak di jalan,” ujar Mora Sofyan kepada ANTARA, Sabtu (20/12).
Ia mengaku tidak memiliki pilihan terkait lokasi pendampingan karena penugasan sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah. Meski demikian, Mora Sofyan tetap menjalankan amanah tersebut dengan penuh tanggung jawab, meski wilayah dampingan jauh dari domisili dan sulit dijangkau.
Dalam pendampingan, tantangan sosial juga kerap dihadapi, mulai dari perbedaan bahasa daerah, rendahnya respons pengurus koperasi, hingga masih adanya persepsi keliru masyarakat yang menganggap koperasi sebatas simpan pinjam, bukan koperasi kewirausahaan.
“Kondisi terberat ada di Silogun. Jalan sangat terjal dan ekstrem, sehingga pelayanan tidak bisa dilakukan setiap saat,” katanya.
Meski begitu, Mora Sofyan menegaskan tidak pernah terpikir untuk menyerah. Dukungan keluarga menjadi sumber kekuatan utama dalam menjalankan tugas tersebut.
Menurutnya, pembangunan akses ke desa-desa terpencil seperti jalan dari Pakantan maupun dari Limau Manis, Muara Sipongi ke Desa Silogun menjadi kebutuhan mendesak agar desa-desa terpencil tidak terus terisolasi dan koperasi dapat berkembang optimal.
Ia berharap, jika suatu hari akses jalan dan koperasi di desa binaan telah maju, pengurus koperasi dapat menjaga transparansi dan profesionalisme agar kepercayaan masyarakat terhadap koperasi semakin kuat.
Kepada generasi muda, Mora Sofyan berpesan agar tidak ragu mengabdikan diri di desa.
“Jangan pernah lelah berbuat baik. Kerja-kerja pengabdian tidak akan mengkhianati hasil,” pungkasnya.
