Gunungsitoli, 15/3 (Antarasumut) -Sejumlah masyarakat Kota Gunungsitoli dan Kabupaten Nias yang menamakan diri sebagai Aliansi Afore Nias melakukan unjukrasa di kantor DPRD Kota Gunungsitoli, Jalan Gomo, Kelurahan Pasar, Kota Gunungsitoli, Senin.
Unjukrasa Aliansi Afore Nias digelar terkait pernyataan salah seorang oknum pemuda etnis tionghoa berinisial DW pada media sosial, yang dianggap Aliansi Afore Nias telah menghina dan melecehkan wanita Nias.
Hal tersebut diketahui pada dialog singkat antara Aliansi Afore Nias dan sejumlah anggota DPRD Kota Gunungsitoli yang dipimpin Ketua DPRD Korta Gunungsitoli Herman Jaya Harefa, S.PdK di ruang rapat paripurna DPRD Kota Gunungsitoli.
Pada pertemuan yang dimulai pukul 11.00 wib tersebut, Rahmat Telaumbanua mewakili Aliansi Afore Nias memberitahu kepada DPRD Kota Gunungsitoli jika DW yang tinggal di Jalan Sirao, Kota Gunungsitoli telah melontarkan pernyataan yang menghina wanita nias di media sosial.
DW dalam komentarnya terhadap postingan gambar wanita telanjang dada yang diposting mantan Wakil Bupati Nias AM, DW berharap wanita Nias kembali berpakaian seperti gambar wanita yang diposting AM.
Selain itu, DW berkomentar bahwa mempertahankan seni dan budaya, dia berharap adat Nias tidak dirubah rubah. Sehingga wanita Nias kembali berpakaian seperti zaman bahelak atau sesuai foto wanita yang bertelanjang dada dipostingan AM, sehingga dapat dijadikan sebagai objek fotografer seperti di Papua.
Atas pernyataannya tersebut, Aliansi Afore Nias meminta DPRD Kota Gunungsitoli untuk menindaklanjuti penghinaan dan pelecehan wanita Nias yang dilontarkan DW, dan berjanji akan melakukan aksi selanjutnya apabila tuntutan mereka tidak ditindaklanjuti.
Menanggapi tuntutan Aliansi Afore Nias, sejumlah anggota DPRD berpendapat jika foto yang diposting AM tidak menjadi sebuah masalah, tetapi pernyataan DW merupakan sebuah penghinaan dan pelecehan terhadap wanita Nias yang perlu ditindaklanjuti.
Bahkan Dalisati Zebua anggota DPRD Kota Gunungsitoli dari partai PKPI menegaskan jika pernyataan DW merupakan sebuah pelecehan.
“Apa yang disuarakan Aliansi Afore Nias saya pahami, dan saya juga mantan pimpinan Lembaga Adat Nias dan ketua adat dikampung daerah saya. Foto yang diposting AM adalah foto bangsawan Nias. Tetapi dalam adat Nias ada yang bisa dan ada yang tidak, sehingga pernyataan DW merupakan pelecehan,†tegas Dalisati Zebua.
Hal serupa juga ditegaskan Frince S Gea dari partai Demokrat, dan menganggap apa yang dilontarkan DW merupakan sebuah pelecehan dan pencemaran nama baik, sehingga DPRD Kota Gunungsitoli perlu mengundang tokoh yang tergabung dalam Lembaga Budaya Nias (LBN) di kantor DPRD Kota Gunungsitoli untuk melakukan pengkajian.
Selain LBN, DPRD Kota Gunungsitoli juga perlu mengundang ahli bahasa dan ahli Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk mengungkap stagtemen DW yang bernuansa pencemaran nama baik. Jika ditemukan pelanggarannya, maka DPRD Kota Gunungsitoli harus melayangkan rekomendasi kepada Polisi untuk mengusut hal tersebut.
Hal berbeda diungkapkan Nehemia Harefa dari partai Golkar, dimana menurut Nehemia, dalam adat Nias tidak ada hukuman bagi pelaku kesalahan ITE. Adat Nias hanya menghukum orang yang telah berbuat langsung, sehingga masalah tersebut tidak dapat dibawa ke LBN dan hanya melalui jalur hukum.
DW Telah Melapor
Di tempat yang sama, sebelumnya anggota DPRD Kota Gunungsitoli dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Yanto memberitahu jika DW telah melaporkan sejumlah pihak ke Polres Nias.
Yanto mengakui, inisiatif DW melakukan pelaporan merupakan anjuran dirinya, karena dia membaca ada postingan yang melakukan pengancaman kepada DW dan mengkait kaitkan dirinya serta Menteri Hukum dan Ham Yassona H Laoly.
“Kalau DW bersalah, silahkan dia dihukum dengan hukum yang berlaku. Tetapi saya lihat dipostingan ada yang melakukan pengancaman dan mengkait kaitkan nama saya dan pak Yasona H Laoli. Apa hubungan saya dan pak Yasona dengan kejadian ini, makanya saya anjurkan DW meminta perlindungan dan melapor ke Polres Nias,†ujar Yanto.
Menanggapi sejumlah stagtemen dalam pertemuan tersebut, Ketua DPRD Kota Gunungsitoli Herman Jaya Harefa, S.PdK sebelum menutup pertemuan menyatakan belum bisa mengambil kesimpulan sebelum mendengar tanggapan dari tokoh adat, tokoh budaya, dan tokoh masyarakat.
“Saya tidak dapat mengambil kesimpulan dan mengetok palu saat ini sebelum mendengar tanggapan tokoh adat, tokoh budaya dan tokoh masyarakat. Kita akan mengundang mereka dan melakukan dengar pendapat pada hari Senin (21/3), kalau bisa kita mengundang tokoh di lima Kabupaten/Kota,†putus Herman sebelum menutup pertemuan.
Sebelum melakukan unjukrasa di DPRD Kota Gunungsitoli, Aliansi Afore Nias juga telah melakukan orasi di depan lapangan Merdeka, Jalan Gomo, Kota Gunungsitoli serta membagi bagikan selebaran yang berisi pernyataan sikap yang meminta DPRD dan Wali Kota Gunungsitoli mengambil langkah dan tindakan kongkrit terhadap DW secara adat Nias dan hukum.