Medan, 7/4 (Antara) - Komisi D DPRD Sumatera Utara menjadikan upaya pelestarian dan pencegahan pencemaran lingkungan hidup sebagai salah satu fokus tugas periode 2014-2019.
"Kondisi saat ini sangat carut marut, banyak terjadi ketidaksesuaian," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Sumut HM Nezar Djoeli di Medan, Selasa.
Menurut Nezar, kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan hidup tersebut dapat terlihat dari banyaknya perusahaan tambang dan pabrik kelapa sawit yang tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Dari penelusuran selama ini, cukup banyak perusahaan tambang dan pabrik kelapa sawit yang enggan membangun infrastruktur IPAL di lokasi perusahaan masing-masing.
Hal itu disebabkan pembangunan infrastruktur IPAL tersebut membutuhkan biaya yang cukup mahal karena harus dilengkapi dengan peralatan yang mampu mengurai zat berbahaya dari bahan yang akan dibuang ke alam.
Untuk menghindari penindakan atau pembuangan limbah hasil olahan tersebut dapat dianggap ilegal, diduga tidak sedikit pengelola perusahaan tambang dan pabrik kelapa sawit tersebut melakukan kolusi dengan oknum Badan Lingkungan Hidup (BLH) kabupaten/kota.
"Membuat IPAL itu membutuhkan dana miliaran rupiah. Jadi, mereka (pengusaha) sering menggunakan jalan pintas," kata politisi Partai NasDem tersebut.
Pelestarian lingkungan hidup di kawasan Danau Toba juga menjadi prioritas dan fokus bagi Komisi D DPRD Sumut dengan banyaknya operasional perusahaan yang memanfaatkan lingkungan di kawasan strategis nasional itu.
"Kondisi Danau Toba kini memprihatinkan. Mereka menjadi penghasil limbah yang mencemarkan Danau Toba," ujar Nezar.
Ia mengatakan, indikasi kolusi tersebut terlihat dari dialog dengan pimpinan BLH Sumut yang sering mengeluhkan kebijakan BLH kabupaten/kota.
Dengan perizinan yang akan dialihkan ke tingkat provinsi, diharapkan pengawasan terhadap pencemaran dan operasional perusahaan yang dapat merusak lingkungan dapat lebih ditertibkan. ***2***
(T.I023/B/Yuniardi/Yuniardi) 07-04-2015