Oleh : Imran Napitupulu
Normal
0
false
false
false
EN-US
X-NONE
X-NONE
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
Balige, Sumut, 15/4 (Antara) - Budayawan dari Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Loisten Simatupang menilai, tarian tradisional Batak *martumba* perlu dilestarikan dan ditumbuh kembangkan, agar warisan budaya itu tidak sampai dilupakan generasi muda pada era modern saat ini.
“Dulu tradisi martumba sangat digemari para remaja sebagai salah satu ajang mencari jodoh dan biasanya dilakukan pada malam hari saat bulan purnama,” ujar Loisten di Balige, Selasa.
Namun belakangan ini, kata dia, tari martumba sudah terancam punah dan bahkan telah lama ditinggalkan, seiring perkembangan dan kemajuan jaman yang didominasi berbagai tari dengan irama musik beraneka ragam.
Padahal, lanjutnya, hentakan dalam setiap gerak dalam tari martumba ini memperlihatkan keharmonisan yang memiliki nilai seni sangat indah dalam tatanan estetika yang tinggi jika dibandingkan dengan sejumlah tarian modern lainnya.
Sehingga, menurut dia, gerak tari martumba yang menjadi seni tradisi turun temurun dan merupakan warisan budaya etnis Batak Toba dimaksud harus tetap dijaga serta dilestarikan oleh para generasi muda.
Loisten mengaku, dirinya merasa bangga, tari “martumba” yang sudah sangat jarang dipertunjukkan itu mendapat kesempatan dipagelarkan pada Minggu (13/4) di lapangan Singamangaraja Balige, Kabupaten Tobasa, saat menyambut kehadiran Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Bahkan, kata dia, pagelaran martumba itu berhasil memukau ribuan pengunjung yang memadati lapangan di pusat kota Balige tersebut, sebab memang masyarakat setempat sudah lama tidak pernah lagi menyaksikan acara serupa.
Puluhan penari murid SD Negeri 175802 desa Lumbangaol, Kecamatan Balige itu tergolong sukses dalam pagelaran martumba mempersembahkan permainan “sappele-sappele”, yang menggambarkan kegiatan sehari-hari masyarakat setempat yang bermukim di tepian danau Toba.
Pertunjukan tari martumba dengan durasi sekitar satu jam itu mendapat sambutan hangat ribuan pengunjung.
Menurut Loisten, warisan budaya leluhur martumba sangat patut dilestarikan, agar seni budaya tersebut dapat terus melekat di hati masyarakat sebagai akar budaya yang berasal dari nenek moyang.
“Generasi muda jangan sampai dimasuki budaya lain, seperti aliran musik band atau dancer modern yang tidak mendidik, karena nilai-nilai kearifan budaya lokal memang harus dipertahankan,” katanya. (IN)