Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan Prof Nurhayati MAg dikukuhkan sebagai guru besar berdasarkan Keputusan Menteri Agama (Menag) Nomor: 061586/B.II/3/2021 tentang Kenaikan Jabatan Akademik Fungsional Dosen.
"Ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa bagi saya, karena saya salah satu dari 15 orang lainnya yang memperoleh gelar guru besar berada di bawah naungan Kementerian Agama. Terima kasih yang luar biasa kepada Gus Men dan tim hebatnya, agar guru besar yang berbasis agama ini tidak di bawah Kemendikbud tapi di bawah naungan Kementerian Agama," kata Nurhayati di Medan, Kamis.
Dalam pidato pengukuhannya, Prof Nurhayati menyampaikan orasi ilmiah terkait "Menggagas Fikih Integratif, Integrasi Agama dan Ilmu Kesehatan untuk Masyarakat Sejahtera".
Ia menjelaskan, diskursus tentang dikotomi atau pemisahan ilmu umum dan ilmu agama merupakan isu yang santer dibahas di kalangan cendekiawan saat ini.
Padahal, pada era klasik, para tokoh dan ulama memadukan ilmu yang integratif antara ilmu agama dan sains. Sains Islam menunjukkan para tokohnya dahulu memahami ilmu integratif yang melingkupi dan universal.
"Dikotomisasi terhadap ilmu pengetahuan bertentangan dengan ajaran Islam yang bersifat integral. Bahwa semua ilmu bersumber dari satu yakni Allah SWT. Ilmu agama dan ilmu umum hadir secara bersamaan, dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena lahir dari sumber yang sama yakni Allah SWT," ujarnya.
Ia menerangkan, Islam bukan hanya ajaran yang mengajarkan dan mengatur tentang aspek kesalehan individual saja yang digambarkan dalam ibadah-ibadah yang bersifat ritual. Tapi lebih luas dari itu termasuk berkaitan dengan kesehatan. Itu mengapa, ajaran Islam juga disebut sebagai way of life.
Agama dan kesehatan, jelasnya, yang digambarkan bahkan dinamakan dalam Alquran dengan sebutan Asy-Syifa atau yang menyembuhkan dan yang menyehatkan. Artinya ada kesejajaran dan saling menyapa antara setiap ilmu, hal ini yang dimaksud dengan integrasi ilmu, yakni bersumber ayat-ayat Alquran (al ayatul quraniyah) dengan ayat-ayat alam (al ayatul qauniyah).
Dengan fikih integratif yang dikaitkan dengan ilmu kesehatan, jelas Prof Nurhayati, berujung pada ungkapan menjaga kesehatan lebih baik menanggulangi penyakit.
Dalam Alquran, istilah sehat diungkapkan dengan berbagai makna yakni dalam keadaan baik, bebas dari penyakit dan dalam keadaan normal. Banyak isyarat dalam Alquran yang menjelaskan kesehatan di antaranya perintah basuhlah, mandilah dan bersucilah.
Ia juga menyampaikan kajian fikih integratif ini telah diimplementasikan bersama dengan tim yang ditandai dengan terbitnya artikel ilmiah bertajuk "Proses pemakaman jenazah di masa pandemi Covid-19 perspektif kepemimpinan Islam di Indonesia".
Karya ilmiah ini terbit di jurnal Scopus dengan predikat Q1 dan dipublikasi tanpa biaya.
Fikih, jelasnya, berkaitan dengan perilaku manusia baik dalam hal ibadah dan muamalah. Fikih adalah prilaku praktis melibatkan relasi manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya dan manusia dengan lingkungannya.
Pada saat yang sama, begitu pula dengan ilmu kesehatan masyarakat yang bertaut dengan perilaku masyarakat. Dalam kajian ini, mengantarkan umat manusia pada pemahaman bahwa perbuatan manusia bukan hanya berkaitan soal halal dan haram, tapi juga berkaitan dengan kesehatan manusia itu sendiri.
Namun, fikih tetap fleksibel dan lentur karena menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan manusia. Tetap dinamis dan terus bergerak.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
"Ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa bagi saya, karena saya salah satu dari 15 orang lainnya yang memperoleh gelar guru besar berada di bawah naungan Kementerian Agama. Terima kasih yang luar biasa kepada Gus Men dan tim hebatnya, agar guru besar yang berbasis agama ini tidak di bawah Kemendikbud tapi di bawah naungan Kementerian Agama," kata Nurhayati di Medan, Kamis.
Dalam pidato pengukuhannya, Prof Nurhayati menyampaikan orasi ilmiah terkait "Menggagas Fikih Integratif, Integrasi Agama dan Ilmu Kesehatan untuk Masyarakat Sejahtera".
Ia menjelaskan, diskursus tentang dikotomi atau pemisahan ilmu umum dan ilmu agama merupakan isu yang santer dibahas di kalangan cendekiawan saat ini.
Padahal, pada era klasik, para tokoh dan ulama memadukan ilmu yang integratif antara ilmu agama dan sains. Sains Islam menunjukkan para tokohnya dahulu memahami ilmu integratif yang melingkupi dan universal.
"Dikotomisasi terhadap ilmu pengetahuan bertentangan dengan ajaran Islam yang bersifat integral. Bahwa semua ilmu bersumber dari satu yakni Allah SWT. Ilmu agama dan ilmu umum hadir secara bersamaan, dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena lahir dari sumber yang sama yakni Allah SWT," ujarnya.
Ia menerangkan, Islam bukan hanya ajaran yang mengajarkan dan mengatur tentang aspek kesalehan individual saja yang digambarkan dalam ibadah-ibadah yang bersifat ritual. Tapi lebih luas dari itu termasuk berkaitan dengan kesehatan. Itu mengapa, ajaran Islam juga disebut sebagai way of life.
Agama dan kesehatan, jelasnya, yang digambarkan bahkan dinamakan dalam Alquran dengan sebutan Asy-Syifa atau yang menyembuhkan dan yang menyehatkan. Artinya ada kesejajaran dan saling menyapa antara setiap ilmu, hal ini yang dimaksud dengan integrasi ilmu, yakni bersumber ayat-ayat Alquran (al ayatul quraniyah) dengan ayat-ayat alam (al ayatul qauniyah).
Dengan fikih integratif yang dikaitkan dengan ilmu kesehatan, jelas Prof Nurhayati, berujung pada ungkapan menjaga kesehatan lebih baik menanggulangi penyakit.
Dalam Alquran, istilah sehat diungkapkan dengan berbagai makna yakni dalam keadaan baik, bebas dari penyakit dan dalam keadaan normal. Banyak isyarat dalam Alquran yang menjelaskan kesehatan di antaranya perintah basuhlah, mandilah dan bersucilah.
Ia juga menyampaikan kajian fikih integratif ini telah diimplementasikan bersama dengan tim yang ditandai dengan terbitnya artikel ilmiah bertajuk "Proses pemakaman jenazah di masa pandemi Covid-19 perspektif kepemimpinan Islam di Indonesia".
Karya ilmiah ini terbit di jurnal Scopus dengan predikat Q1 dan dipublikasi tanpa biaya.
Fikih, jelasnya, berkaitan dengan perilaku manusia baik dalam hal ibadah dan muamalah. Fikih adalah prilaku praktis melibatkan relasi manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya dan manusia dengan lingkungannya.
Pada saat yang sama, begitu pula dengan ilmu kesehatan masyarakat yang bertaut dengan perilaku masyarakat. Dalam kajian ini, mengantarkan umat manusia pada pemahaman bahwa perbuatan manusia bukan hanya berkaitan soal halal dan haram, tapi juga berkaitan dengan kesehatan manusia itu sendiri.
Namun, fikih tetap fleksibel dan lentur karena menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan manusia. Tetap dinamis dan terus bergerak.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023