Dalam rangka membangun bentang alam berkelanjutan, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan secara konsisten menyelenggarakan program pemberdayaan terhadap petani sawit mandiri.
Nassat Idris, Senior Director Terrestrial Program Conservation International Indonesia (CII) dalam penjelasan tertulisnya diterima, Selasa (18/2), menegaskan bahwa program ini bertujuan untuk mencegah adanya pembukaan lahan baru bagi sawit dan meningkatkan produktivitas sawit petani.
Baca juga: Masyarakat Muara Upu Tapsel lepas ribuan ekor Penyu ke Samudra Hindia
“Kegiatan ini diperlukan karena hutan di Tapsel sudah banyak dirambah dan beralih menjadi perkebunan kelapa sawit, sehingga fungsi hutan sebagai tangkapan air dan mencegah longsor pun menjadi berkurang. Program ini perlu dilakukan secara komprehensif agar ke depannya tidak akan ada lagi perambahan dan produksi (sawit) bertambah,” ungkapnya dalam acara launching program CSL-Pemberdayaan Petani Sawit yang berlangsung di Kantor Kecamatan Muara Batang Toru.
Sebagai kecamatan yang memproduksi sawit terbesar di Tapanuli Selatan, petani sawit di Kecamatan Muara Batang Toru, Batang Toru, Angkola Sangkunur, dan Angkola Selatan pun tidak terlepas dari program pemberdayaan ini.
Baca juga: Situasi Desa Simarlelan - Lumut Nauli mereda, Pemkab Tapsel - Tapteng sepakat bermusyawarah
“Sekitar 90% masyarakat di kecamatan ini (Muara Batang Toru) adalah petani sawit. Melalui kegiatan ini, kami berharap agar petani dapat berkebun secara lestari dan lingkungan disini tetap terjaga,” ujar Abdul Gani Lingga selaku Camat Muara Batang Toru.
Menciptakan Rantai Pasok yang Berkelanjutan
Program pemberdayaan petani sawit mandiri ini didukung oleh Unilever yang juga mempunyai visi dalam membangun rantai pasok sawit yang berkelanjutan. Sebagai perusahaan multinasional yang produksinya digunakan lebih dari 190 negara, Unilever sangat mendukung para petani di Tapanuli Selatan untuk mendapatkan sertifikasi sawit yang berkelanjutan.
“Tren sustainability akan terus tumbuh ke depannya. Maka dari itulah, kami ingin sawit yang diperoleh memang berasal dari kebun yang bersertifikasi dan dikelola secara bijak oleh petani,” tambah Achmad Adhitya selaku Sustainable Sourcing Senior Manager Unilever.
PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III) yang juga menjadi pemasok sawit bagi Unilever sangat mendukung dengan adanya program ini dan berharap agar penerapan sawit berkelanjutan dapat memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
“Melalui penerapan praktik sawit yang berkelanjutan, kami (PTPN III) berharap agar kegiatan tersebut dapat berdampak pada prosperity (kesejahteraan), people (masyarakat), dan planet”, ungkap Kuller Siregar, Sustainability Manager PTPN III.
Dari Petani Untuk Petani
Program pemberdayaan petani sawit di Tapanuli Selatan telah dimulai sejak tahun 2018 hingga 2019 yang lalu melalui program Good Growth Partnership (GGP)-UNDP. Melalui program ini, sebanyak 706 petani sawit di 4 kecamatan telah mengikuti Sekolah Lapang dan menerapkan praktik sawit yang baik di kebunnya.
Pada tahun ini, kegiatan pemberdayaan petani sawit akan kembali dilanjutkan oleh pemerintah Tapanuli Selatan dan CI Indonesia bersama dengan Unilever. Hingga 3 tahun mendatang, Dinas Pertanian dan Perkebunan Tapanuli Selatan, CI Indonesia dan Unilever akan terus mendampingi petani sawit hingga 1.000 petani ditargetkan memperoleh sertifikasi sawit yang berkelanjutan (RSPO).
Dalam peresmian program ini, pihak Dinas Pertanian dan Perkebunan mengakui bahwa pelatihan petani sawit untuk memperoleh sertifikasi RSPO merupakan yang pertama di Tapanuli Selatan.
“Pelatihan petani menuju RSPO ini merupakan kesempatan pertama bagi Tapanuli Selatan. Kami berharap agar Tapsel bisa menjadi model bagi perkebunan sawit yang berkelanjutan”, ungkap Faisal Simamora, Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian Daerah Tapanuli Selatan.
Terkait dengan proses mendapatkan RSPO, petani sawit mengakui bahwa pengumpulan legalitas lahan masih menjadi kendala bagi sebagian besar petani. “Masih banyak petani yang ragu untuk mengumpulkan legalitas tanahnya karena takut jika disalahgunakan”, ujar Julhadi Siregar, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sawit Maju Bersama.
Maka dari itulah, ke depannya pihak Dinas Satu Pintu Tapanuli Selatan akan membantu mendampingi petani untuk mengurus keperluan legalitas tanah tersebut.
“Kami akan bantu sosialisasi legalitas ini kepada bapak ibu. Dinas Satu Pintu juga akan membantu pengumpulan legalitas tanah untuk proses RSPO”, ungkap Padot, S.Sos selaku Kabid Penyelengaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Tapanuli Selatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Nassat Idris, Senior Director Terrestrial Program Conservation International Indonesia (CII) dalam penjelasan tertulisnya diterima, Selasa (18/2), menegaskan bahwa program ini bertujuan untuk mencegah adanya pembukaan lahan baru bagi sawit dan meningkatkan produktivitas sawit petani.
Baca juga: Masyarakat Muara Upu Tapsel lepas ribuan ekor Penyu ke Samudra Hindia
“Kegiatan ini diperlukan karena hutan di Tapsel sudah banyak dirambah dan beralih menjadi perkebunan kelapa sawit, sehingga fungsi hutan sebagai tangkapan air dan mencegah longsor pun menjadi berkurang. Program ini perlu dilakukan secara komprehensif agar ke depannya tidak akan ada lagi perambahan dan produksi (sawit) bertambah,” ungkapnya dalam acara launching program CSL-Pemberdayaan Petani Sawit yang berlangsung di Kantor Kecamatan Muara Batang Toru.
Sebagai kecamatan yang memproduksi sawit terbesar di Tapanuli Selatan, petani sawit di Kecamatan Muara Batang Toru, Batang Toru, Angkola Sangkunur, dan Angkola Selatan pun tidak terlepas dari program pemberdayaan ini.
Baca juga: Situasi Desa Simarlelan - Lumut Nauli mereda, Pemkab Tapsel - Tapteng sepakat bermusyawarah
“Sekitar 90% masyarakat di kecamatan ini (Muara Batang Toru) adalah petani sawit. Melalui kegiatan ini, kami berharap agar petani dapat berkebun secara lestari dan lingkungan disini tetap terjaga,” ujar Abdul Gani Lingga selaku Camat Muara Batang Toru.
Menciptakan Rantai Pasok yang Berkelanjutan
Program pemberdayaan petani sawit mandiri ini didukung oleh Unilever yang juga mempunyai visi dalam membangun rantai pasok sawit yang berkelanjutan. Sebagai perusahaan multinasional yang produksinya digunakan lebih dari 190 negara, Unilever sangat mendukung para petani di Tapanuli Selatan untuk mendapatkan sertifikasi sawit yang berkelanjutan.
“Tren sustainability akan terus tumbuh ke depannya. Maka dari itulah, kami ingin sawit yang diperoleh memang berasal dari kebun yang bersertifikasi dan dikelola secara bijak oleh petani,” tambah Achmad Adhitya selaku Sustainable Sourcing Senior Manager Unilever.
PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III) yang juga menjadi pemasok sawit bagi Unilever sangat mendukung dengan adanya program ini dan berharap agar penerapan sawit berkelanjutan dapat memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
“Melalui penerapan praktik sawit yang berkelanjutan, kami (PTPN III) berharap agar kegiatan tersebut dapat berdampak pada prosperity (kesejahteraan), people (masyarakat), dan planet”, ungkap Kuller Siregar, Sustainability Manager PTPN III.
Dari Petani Untuk Petani
Program pemberdayaan petani sawit di Tapanuli Selatan telah dimulai sejak tahun 2018 hingga 2019 yang lalu melalui program Good Growth Partnership (GGP)-UNDP. Melalui program ini, sebanyak 706 petani sawit di 4 kecamatan telah mengikuti Sekolah Lapang dan menerapkan praktik sawit yang baik di kebunnya.
Pada tahun ini, kegiatan pemberdayaan petani sawit akan kembali dilanjutkan oleh pemerintah Tapanuli Selatan dan CI Indonesia bersama dengan Unilever. Hingga 3 tahun mendatang, Dinas Pertanian dan Perkebunan Tapanuli Selatan, CI Indonesia dan Unilever akan terus mendampingi petani sawit hingga 1.000 petani ditargetkan memperoleh sertifikasi sawit yang berkelanjutan (RSPO).
Dalam peresmian program ini, pihak Dinas Pertanian dan Perkebunan mengakui bahwa pelatihan petani sawit untuk memperoleh sertifikasi RSPO merupakan yang pertama di Tapanuli Selatan.
“Pelatihan petani menuju RSPO ini merupakan kesempatan pertama bagi Tapanuli Selatan. Kami berharap agar Tapsel bisa menjadi model bagi perkebunan sawit yang berkelanjutan”, ungkap Faisal Simamora, Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian Daerah Tapanuli Selatan.
Terkait dengan proses mendapatkan RSPO, petani sawit mengakui bahwa pengumpulan legalitas lahan masih menjadi kendala bagi sebagian besar petani. “Masih banyak petani yang ragu untuk mengumpulkan legalitas tanahnya karena takut jika disalahgunakan”, ujar Julhadi Siregar, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sawit Maju Bersama.
Maka dari itulah, ke depannya pihak Dinas Satu Pintu Tapanuli Selatan akan membantu mendampingi petani untuk mengurus keperluan legalitas tanah tersebut.
“Kami akan bantu sosialisasi legalitas ini kepada bapak ibu. Dinas Satu Pintu juga akan membantu pengumpulan legalitas tanah untuk proses RSPO”, ungkap Padot, S.Sos selaku Kabid Penyelengaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Tapanuli Selatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020