Medan (ANTARA) - Kasus dugaan tindak pidana korupsi hasil operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait proyek Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah (PJN Wil) I Medan tahun anggaran 2025 mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Rabu (17/9).
Dalam sidang perdana ini, tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK mendakwa dua orang terdakwa, yakni Akhirun Piliang alias Kirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG) dan anaknya, Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan, selaku Direktur PT Rona Na Mora (RNM).
JPU Ridho Sepputra dalam dakwaannya menyebutkan kedua terdakwa diduga memberikan uang suap dengan total Rp4,054 miliar dan menjanjikan commitment fee hingga lima persen dari nilai kontrak proyek kepada sejumlah pejabat agar memenangkan perusahaan mereka dalam lelang proyek jalan nasional.
"Uang tersebut diberikan agar proses pelelangan melalui metode e-katalog dapat diatur sehingga PT DNTG mendapatkan paket pekerjaan di Dinas PUPR Sumatera Utara," kata JPU dalam sidang di ruang Cakra Utama PN Medan.
Pejabat yang disebut menerima suap di antaranya Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOPG) sebesar Rp50 juta dengan commitment fee empat persen dari nilai kontrak, serta Rasuli Efendi Siregar selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) UPT Gunung Tua sebesar Rp50 juta atau satu persen.
Selain itu, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumut Stanley Cicero Haggard Tuapattinaja menerima Rp300 juta, Kepala Satuan Kerja (Kasatker) PJN Wilayah I Medan Rahmad Parulian Rp250 juta, dan Kasatker lainnya Dicky Erlangga Rp1,675 miliar.
Sementara Munson Ponter Paulus Hutauruk selaku PPK 1.4 menerima Rp535 juta dan Heliyanto selaku PPK 1.4 lainnya menerima Rp1,194 miliar.
JPU mengungkapkan, pada 26 Juni 2025, TOPG memerintahkan Rasuli Efendi untuk memproses e-katalog dua paket proyek, yakni Peningkatan Struktur Jalan Provinsi Ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu dan Peningkatan Struktur Jalan Hutaimbaru–Sipiongot.
Paket pekerjaan tersebut memiliki nilai pagu masing-masing Rp96 miliar dan Rp69,8 miliar. Perintah diberikan meskipun perencanaan proyek belum sepenuhnya selesai. Atas instruksi tersebut, PT DNTG ditetapkan sebagai pemenang proyek.
Akhirun kemudian memerintahkan anaknya, Rayhan, untuk menyerahkan uang suap kepada pejabat-pejabat terkait guna memperlancar proses tersebut.
Kedua terdakwa dijerat dengan dakwaan kesatu, Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Kemudian dakwaan kedua, Pasal 13 Undang,Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” ujar JPU
Setelah mendengarkan dakwaan JPU KPK, Hakim Ketua Khamozaro Waruwu menunda dan melanjutkan persidangan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi dikarenakan kedua terdakwa tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan penuntut umum.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Rabu (24/9), dengan agenda keterangan para saksi,” ujar Hakim Khamozaro Waruwu.
