Aekkanopan (ANTARA) -
Kelompok Tani Hutan (KTH) Merdesa yang berlokasi di Kelurahan Tanjungleidong dan Desa Simandulang Kecamatan Kualuhleidong Labuhanbatu Utara, terus menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan.
Kelompok ini merupakan bagian dari Program Perhutanan Sosial dengan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan.
KTH Merdesa telah mendapatkan legalitas berupa Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: 8755/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2018 tentang Pemberian Izin Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan.
Izin tersebut mencakup areal seluas ± 807 hektare di kawasan Hutan Lindung yang terletak di Desa Simandulang dan Kelurahan Tanjung Leidong, Kecamatan Kualuh Leidong.
Ketua KTH Merdesa Kamarul Zaman Hasibuan menyampaikan, kelompoknya telah menjalankan berbagai program konservasi, salah satunya melalui penanaman mangrove di blok perlindungan yang menjadi bagian dari areal kerja mereka.
“Kami telah menanam mangrove seluas ± 90 hektare dengan jumlah bibit mencapai 376.000 pohon. Selain itu, KTH Merdesa juga telah memperoleh Sertifikat Sumber Benih Mangrove dari Balai Pembenihan Tanaman Hutan Wilayah I,” ungkapnya usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi B DPRD Labura, Senin (30/6/2025) sore.
Dikatakannya, kegiatan konservasi itu tidak dilakukan sendiri. KTH Merdesa turut menggandeng berbagai pihak seperti Polsek Kualuhhilir, Koramil dan pihak Kecamatan Kualuhleidong untuk melakukan penanaman mangrove bersama-sama sebagai wujud kolaborasi pelestarian lingkungan.
Tak hanya fokus pada konservasi, KTH Merdesa juga mendukung ketahanan pangan nasional dengan memanfaatkan lahan seluas ± 150 hektare untuk budidaya padi. Program ini dinilai sejalan dengan arahan pemerintah pusat dalam memperkuat ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan hutan secara produktif dan berkelanjutan.
Namun, imbuhnya, KTH Merdesa saat ini menghadapi kendala di lapangan berupa klaim sepihak dari pihak yang sebelumnya menanam sawit di dalam kawasan izin mereka. Salah satu yang disebut adalah seorang warga bernama Aseng alias Johan.
“Kami sudah melakukan upaya persuasif, bahkan KPH Wilayah III Kisaran sudah tiga kali mengundang yang bersangkutan untuk dilakukan mediasi. Namun, Aseng alias Johan tidak pernah hadir. Anehnya, sekarang justru mereka yang mempersoalkan pengelolaan lahan oleh KTH Merdesa,” keluh Kamarul.
Ia menambahkan, pengambilalihan lahan sawit tersebut bukan tanpa dasar. Hal itu merupakan bagian dari kewajiban KTH Merdesa untuk melakukan jangka benah, yakni penggantian tanaman sawit dengan tanaman kehutanan di dalam areal izin perhutanan sosial.
“Areal yang masih ditanami sawit wajib dilakukan jangka benah. Ini merupakan ketentuan dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, dan sesuai dengan arahan dari BPSKL Sumatera serta KPH Wilayah III Kisaran,” pungkasnya.
