Medan (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menyebutkan penyidik Polda Sumut tidak menindaklanjuti kelengkapan berkas perkara karyawan PT Kelola Jasa Artha (PT Kejar) Cabang Medan, Irvan Rihza Pratama dalam kasus dugaan penggelapan di PT Bank Mega.
“Terkait kasus tersebut, berkasnya sudah lama dikembalikan ke penyidik dengan petunjuk (P19). Namun, tidak ditindaklanjuti dengan melengkapi berkas," ujar Kasi Penkum Kejati Sumut Adre Wanda Ginting ketika dihubungi dari Medan, Selasa (29/4).
Dalam kasus ini, Irvan diduga turut terlibat bersama dengan terdakwa Yenny (47), selaku pegawai Bank Mega yang dituntut pidana penjara selama 10 tahun atas tindak pidana penggelapan senilai Rp8,6 miliar di Bank Mega.
"Berkas perkaranya (Irvan-red) sudah sempat diteliti jaksa penuntut umum (JPU), akan tetapi dikembalikan ke penyidik karena belum lengkap,” sebutnya.
Ia menjelaskan, pihaknya mengembalikan berkas perkara tersebut ke penyidik Polda Sumut pada 4 Maret 2025 lalu. Sejak dikembalikan, kata Adre, penyidik hingga saat ini tak kunjung menyerahkan berkas perkara ke JPU.
"Satu kali (P-19). Kemudian, sesuai perkembangan waktu, maka Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dikembalikan ke penyidik. Dalam hal ini undang-undang mengatur batas waktu," tegas dia.
Ketika ditanya apakah penyidikan kasus ini sudah dihentikan atau diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), ia enggan menjawab. Namun, Adre mengatakan, bahwa SPDP dikembalikan karena ada batas waktu.
Diketahui, dalam kasus penggelapan di Bank Mega dengan terdakwa Yenny, sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan.
Terdakwa selaku Supervisor Centralized Network Operations Kantor Bank Mega Regional Medan itu telah dituntut pidana penjara selama 10 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Belawan.
Dijadwalkan, terdakwa Yenny akan kembali menjalani persidangan pada Rabu (30/4), dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Medan.
Sebelumnya penasehat hukum (PH) terdakwa Yenny, Johannes Turnip menduga pimpinan PT Bank Mega Regional Sumatera Utara (Sumut) dan pegawai PT Kelola Jasa Artha (Kejar) Cabang Medan terlibat dalam kasus penggelapan senilai Rp8,6 miliar.
"Pimpinan Bank Mega dan PT Kejar ikut bertanggung jawab, karena diduga terlibat atas kasus yang menjerat klien kami selaku pegawai Bank Mega,” ujarnya kepada wartawan setelah membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Medan, Senin (21/4).
Dia menegaskan pimpinan Bank Mega bertanggung jawab penuh, karena tidak adanya dasar hubungan kerja untuk melakukan aktivitas Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) terhadap PT Kejar.
“Ada yang namanya teori agregasi dan teori kekuasaan, di mana akibat dari kesalahan surat perjanjian kerja sama dan surat perintah kerja yang tidak dibuat, itu merupakan suatu kesalahan dari korporasi atau perusahaan. Maka, ada direksi yang bertanggung jawab," kata dia.
Lebih lanjut, Johannes menyebutkan pegawai PT Kejar bernama Irvan Rihza Pratama juga harus diproses hukum karena diduga ikut terlibat dalam kasus penggelapan ini.
"Sesuai dengan dakwaan dan setelah pembuktian yang cukup panjang, serta fakta persidangan, maka sudah selayaknya sebenarnya pegawai dari PT Kejar ditetapkan sebagai tersangka karena sudah memenuhi dua alat bukti," ujar dia.
Ia menjelaskan dua alat bukti yang sudah terpenuhi tersebut di antaranya adalah keterangan para saksi di persidangan dan adanya perbantuan dalam melakukan tindak pidana dari pegawai PT Kejar tersebut.
"Tentu kita meminta proses terhadap semua pihak, bukan hanya kepada Bank Mega dan PT Kejar. Jadi, kita pertanyakan juga pengawasan Bank Indonesia terhadap hal ini," tegasnya.