Medan (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara menuntut pidana penjara selama dua tahun terhadap Jaksa Jovi Andrea Bachtiar, karena didakwa melakukan penyebaran informasi yang melanggar kesusilaan melalui akun media sosial (medsos) miliknya.
“Ya, terdakwa dituntut dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan,” kata Kasi Intelijen Kejari Tapsel Obrika Yandi Simbolon ketika dihubungi dari Medan, Kamis (14/11) malam.
Dia mengatakan, tuntutan itu dibacakan pada Selasa (12/11), di Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan, Sumut.
“JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana dakwaan kedua penuntut umum,” jelas dia.
Dalam kasus ini, pihaknya menyampaikan kepada masyarakat harus melihat secara utuh dan tidak sepotong-sepotong seperti yang diunggah terdakwa di media sosial.
“Kejaksaan tidak pernah mengkriminalisasi pegawainya melainkan dia (terdakwa) sendiri yang mengkriminalisasikan dirinya karena perbuatannya,” jelasnya.
Bahkan, lanjut dia, terdakwa mencoba membelokkan isu dari yang sebenarnya sehingga masyarakat terpecah pendapatnya di sosial media.
“Ada dua persoalan yang dihadapi terdakwa, yakni pidana dan disiplin ASN. Perbuatan ini bersifat personal yang bersangkutan dengan korban dan tidak terkait dengan institusi tetapi oleh yang bersangkutan digunakan isu soal mobil dinas,” jelasnya.
Obrika menambahkan, selama ini sudah dilakukan upaya pembinaan dan mediasi, tetapi yang bersangkutan justru selalu mengalihkan isu dengan topik-topik lain di media sosialnya.
“Seolah-olah yang bersangkutan adalah pendekar hukum dan kebenaran,” ujarnya.
Pihaknya mengatakan, setelah membacakan tuntutan, persidangan dijadwalkan kembali digelar pada pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa.
“Agenda sidang dilanjutkan pada Senin (18/11), dengan agenda pledoi dari terdakwa,” ujar Obrika Yandi Simbolon.
Sebelumnya JPU Allan Henry Baskara Harahap dalam surat dakwaan menyebutkan, kasus bermula pada 14 Mei 2024, terdakwa membuat postingan foto dan narasi dengan merendahkan martabat seorang pegawai perempuan di Kejari Tapanuli Selatan di media sosialnya.
“Dalam postingan tersebut, terdakwa menyebutkan bahwa penggunaan kendaraan dinas oleh pegawai tersebut untuk pacaran adalah pelanggaran, dan menggunakan kata-kata kasar yang tidak senonoh,” ujar dia.
Kemudian pada tanggal 19 Juni 2024, lanjut JPU, terdakwa kembali membuat serangkaian postingan di akun TikTok miliknya yang menandai akun lain, bertujuan agar postingan tersebut diketahui publik.
Postingan tersebut kembali memuat foto-foto saksi, dengan narasi yang dianggap sangat melanggar norma kesusilaan, termasuk penggunaan kata-kata vulgar dan tuduhan merendahkan individu yang dimaksud.
“Tindakan terdakwa kemudian memicu reaksi dari saksi Nella Marsella, yang merasa dirugikan dan melaporkan perbuatan tersebut ke pihak berwajib,” jelasnya.