Pemerintah dorong petani peserta program PSR berkontribusi untuk proyek biodiesel
Rabu, 13 November 2024 16:20 WIB 647
Medan (ANTARA) - Pemerintah mendorong petani peserta program Peremajaan Sawit rakyat (PSR) berkontribusi besar untuk proyek biodiesel yang butuh tambahan pasokan minyak sawit mentah hingga 6,6 juta ton untuk meningkatkan bauran dari B-40 menjadi B-50.
Tekad swasembada energi di era pemerintahan Presiden Prabowo dengan mengedepankan sumber energi nabati sawit menjadi peluang bagi petani sawit untuk meningkatkan nilai keekonomian perkebunan sawitnya.
Dalam hal ini, program PSR menjadi proyek andalan pemerintah dalam mendorong peningkatan kualitas sekaligus tingkat produksi sawit rakyat yang masih jauh di bawah kinerja perkebunan perusahaan dengan tingkat produksi masih sekitar 40%.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Triwidarto mengatakan bahwa program PSR bisa membantu meningkatkan kesejhateraan petani melalui peningkatan kualitas panen sawit dan meningkatan produktifitas sawit rakyat yang porsinya mencapai 40% dari luas perkebunan sawit di Indonesia yang mencapai 15,34 ha.
“Pemerintah mendorong perusahaan besar, perusahaan Negara dan pekebun rakyat bersama-sama meningatkan produksi untuk mendukung swasembada energy dan swasembada pangan. Ada peluang bagi pelaku perkebunan kelapa sawit. Untuk proyek energi naik jadi B-50 saja kita butuh tambahan minyak sawit 6,6 juta ton, kalau melakukan ekstensifikasi butuh 2,3 juta hectare lahan baru untuk perkebunan,” ujar Heru via zoom dalam acara Spotlight of Indonesia Palm Oil Issues (SIOP) 2024 di Medan, (13/11).
Acara yang diinisiasi oleh GAPKI Sumut bekerjasama dengan harian Bisnis Indonesia dan didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mendorong percepatan program Peremajaan Kelapa Sawit (PSR) di Indonesia.
Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal mengatakan 251.637 ha di 21 provinsi dengan jumlah petani kebun yang terlibat mencapai 154.936 orang pada periode 2016-2024.
“Kami terus berusaha memperluas program PSR ini untuk mendorong kesejahteraan petani sawit. Ada 154.936 orang petani yang sudah mendapatkan program ini,” ujarnya.
Pemangku kepentingan perkebunan sawit nasional mendorong pemerintah untuk melanjutkan program peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan intensitas yang lebih tinggi dari yang berlaku saat ini.
Ketua Umum DPP Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Seluruh Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan perusahaan sawit berkomitmen membantu implementasi program PSR untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut dia, Gapki terus berkoordinasi dengan Dirjen Perkebunan dan BPDPKS untuk mendorong memuluskan program PSR yang masih banyak terkendala sampai saat ini.
Beberapa masalah terkait sawit rakyat, tuturnya, mulai dari tidak tersedianya dokumen petani, proses upload dokumen yang panjang, Proses pembuatan poligon peta yang sulit (biaya tinggi dan terbatasnya sumberdaya di lapangan), banyak perusahaan yang tidak bersedia menandatangani Pernyataan kebenaran dan kelengkapan dokumen hingga keengganan petani kehilangan pendapatan selama masa tanaman bekum menghasilkan.
Terkait dengan pendanaan program PSR kemitraan dengan petani, ungkapnya, pihaknya memiliki perhitungan biaya program sendiri, dimana nilainya untuk perhitungan minimal mencapai Rp100,54 juta dan tertinggi mencapai Rp112,42 juta per hectare.
“Kami senang nilai bantuan PSR dinaikan dari Rp30 juta menjadi Rp60 juta per ha. Tapi kami punya perhitungan lagi. Karena nilainya cukup besar Rp112,4 juta, kami usul sumber dananya dari BPDPKS dan pinjaman,” ujar Ketum Gapki tersebut.
Tekad swasembada energi di era pemerintahan Presiden Prabowo dengan mengedepankan sumber energi nabati sawit menjadi peluang bagi petani sawit untuk meningkatkan nilai keekonomian perkebunan sawitnya.
Dalam hal ini, program PSR menjadi proyek andalan pemerintah dalam mendorong peningkatan kualitas sekaligus tingkat produksi sawit rakyat yang masih jauh di bawah kinerja perkebunan perusahaan dengan tingkat produksi masih sekitar 40%.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Triwidarto mengatakan bahwa program PSR bisa membantu meningkatkan kesejhateraan petani melalui peningkatan kualitas panen sawit dan meningkatan produktifitas sawit rakyat yang porsinya mencapai 40% dari luas perkebunan sawit di Indonesia yang mencapai 15,34 ha.
“Pemerintah mendorong perusahaan besar, perusahaan Negara dan pekebun rakyat bersama-sama meningatkan produksi untuk mendukung swasembada energy dan swasembada pangan. Ada peluang bagi pelaku perkebunan kelapa sawit. Untuk proyek energi naik jadi B-50 saja kita butuh tambahan minyak sawit 6,6 juta ton, kalau melakukan ekstensifikasi butuh 2,3 juta hectare lahan baru untuk perkebunan,” ujar Heru via zoom dalam acara Spotlight of Indonesia Palm Oil Issues (SIOP) 2024 di Medan, (13/11).
Acara yang diinisiasi oleh GAPKI Sumut bekerjasama dengan harian Bisnis Indonesia dan didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mendorong percepatan program Peremajaan Kelapa Sawit (PSR) di Indonesia.
Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal mengatakan 251.637 ha di 21 provinsi dengan jumlah petani kebun yang terlibat mencapai 154.936 orang pada periode 2016-2024.
“Kami terus berusaha memperluas program PSR ini untuk mendorong kesejahteraan petani sawit. Ada 154.936 orang petani yang sudah mendapatkan program ini,” ujarnya.
Pemangku kepentingan perkebunan sawit nasional mendorong pemerintah untuk melanjutkan program peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan intensitas yang lebih tinggi dari yang berlaku saat ini.
Ketua Umum DPP Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Seluruh Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan perusahaan sawit berkomitmen membantu implementasi program PSR untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut dia, Gapki terus berkoordinasi dengan Dirjen Perkebunan dan BPDPKS untuk mendorong memuluskan program PSR yang masih banyak terkendala sampai saat ini.
Beberapa masalah terkait sawit rakyat, tuturnya, mulai dari tidak tersedianya dokumen petani, proses upload dokumen yang panjang, Proses pembuatan poligon peta yang sulit (biaya tinggi dan terbatasnya sumberdaya di lapangan), banyak perusahaan yang tidak bersedia menandatangani Pernyataan kebenaran dan kelengkapan dokumen hingga keengganan petani kehilangan pendapatan selama masa tanaman bekum menghasilkan.
Terkait dengan pendanaan program PSR kemitraan dengan petani, ungkapnya, pihaknya memiliki perhitungan biaya program sendiri, dimana nilainya untuk perhitungan minimal mencapai Rp100,54 juta dan tertinggi mencapai Rp112,42 juta per hectare.
“Kami senang nilai bantuan PSR dinaikan dari Rp30 juta menjadi Rp60 juta per ha. Tapi kami punya perhitungan lagi. Karena nilainya cukup besar Rp112,4 juta, kami usul sumber dananya dari BPDPKS dan pinjaman,” ujar Ketum Gapki tersebut.