Jakarta (ANTARA) - Analis mata uang Lukman Leong mengatakan tidak ada sentimen khusus yang mendorong penguatan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
“Rupiah dan mata uang lainnya pada umumnya menguat terhadap dolar AS. Tidak ada sentimen khusus,” ucapnya ketika ditanya Antara di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, dolar AS terlihat overbought terkoreksi oleh aksi profit taking dari faktor teknikal.
Imbal obligasi AS tenor 10 tahun juga menurun ke 4,192 persen dari sebelumnya mencapai puncak tertinggi pada angka 4,192 persen.
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang ditransaksikan antarbank di Jakarta ditutup menguat sebesar 43 poin atau 0,27 persen menjadi Rp15.584 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.627 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Kamis menguat 27 poin ke level Rp15.593 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.620 per dolar AS.
Pada pembukaan perdagangan tadi pagi, kurs rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank melemah 14 poin atau 0,09 persen menjadi Rp15.640 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.627 per dolar AS.
Lukman memperkirakan rupiah akan melemah terhadap dolar AS yang menguat akibat kekhawatiran investor menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2024.
Kekhawatiran tersebut berkaitan dengan polling Donald Trump yang semakin mendekati keunggulan Kamala Harris.
Apabila Trump menang, lanjutnya, maka inflasi di AS diperkirakan akan meningkat akibat kebijakan pajak dan tarif. “Hal ini akan membuat The Fed (Federal Reserve) semakin susah menurunkan suku bunga," kata dia.
Dengan pemilu yang dijadwalkan pada 5 November, Harris tercatat memperoleh dukungan sebesar 48,2 persen, sementara Trump mengikuti di angka 46,4 persen, berdasarkan data terbaru dari ABC News dan 538 pada Selasa (22/10/2024).
Di sisi lain, perkiraan pelemahan rupiah pada hari ini dipengaruhi prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed yang semakin menurun.
Survei terbaru menunjukkan pemotongan suku bunga hanya mencapai 50 basis points (bps) pada tahun ini dengan masing-masing bulan dipangkas 25 bps. Jika dibandingkan dengan sebelumnya, pemangkasan suku bunga berpotensi hingga 70 bps.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan pemicu penguatan dolar AS dipengaruhi peluang pemangkasan suku bunga AS yang besar semakin mengecil, ketegangan di Timur Tengah meningkat, dan ekspektasi hasil Pemilu Presiden AS.
“Pasar mengantisipasi kemenangan Trump, di mana kebijakan Trump sebelumnya sebagai presiden yang memicu perang dagang telah mendorong penguatan dolar AS. Kelihatannya masih bisa lanjut (penguatan dolar AS) bila Trump terpilih. Apalagi, kalau The Fed di bulan Desember memberi sinyal pemangkasan tidak akan agresif lagi,” ungkap Ariston.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rupiah menguat 27 poin, analis: Tidak ada sentimen khusus