Medan (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara menghentikan penuntutan lima perkara dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice karena pihak berperkara telah berdamai.
"Perkara yang disetujui Jampidum merupakan kasus dari Kejaksaan Negeri Asahan, Kejari Belawan, Kejari Toba Samosir dan Kejari Medan," ujar Koordinator Intel Kejati Sumut Yos A Tarigan di Medan, Selasa.
Yos melanjutkan ekspose perkara ini disampaikan Jampidum Kejaksaan Agung RI didampingi Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh, para Kasubdit dan lainnya secara virtual.
Lebih lanjut, dia mengatakan, perkara yang dihentikan dari Kejari Asahan dengan tersangka M Syahraja Mangana Awaluddin melanggar Pasal 362 KUHP, Kejari Belawan dengan tersangka M Rido Irpan Wahyudi melanggar Pasal 44 UU RI No 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Kemudian, Kejari Toba Samosir dengan tersangka Jonggara Siahaan melanggar Primer Pasal 351 Ayat (2) subsider Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, Kejari Medan dengan tersangka Ari Suhendra alias
Tato melanggar Pasal 351 ayat 1 Jo Pasal 56 KUHP dan Kejari Binjai dengan tersangka Joni Swar melanggar Pasal 480 Ayat (1) dari KUHP.
Yos mengatakan perkara ini telah berdasarkan Perja No 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan restorative Justice, dimana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun, kerugian tidak lebih dari Rp2,5 juta dan antara tersangka dengan korban sudah bersepakat berdamai.
"Dengan adanya kesepakatan berdamai yang disaksikan oleh keluarga korban dan tersangka, telah membuka sekat dan ruang yang sah untuk tidak ada dendam di kemudian hari. Perdamaian juga disaksikan oleh jaksa penuntut umum, tim penyidik dari kepolisian dan tokoh masyarakat," kata Yos.
Penghentian penuntutan dengan berdamai tersangka dan korban, kata mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini telah membuka ruang juga yang sah untuk menciptakan harmoni di tengah masyarakat dan mengembalikan ke keadaan semula.
Sebelumnya, Kejati Sumut menghentikan penuntutan sebanyak 40 perkara melalui pendekatan keadilan restoratif dari Januari hingga awal Juni 2024.