Tapanuli Selatan (ANTARA) - Ismail Sitompul (50) penduduk Desa Simaninggir, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara boleh dikatakan salah satu orang tua dari sekian banyak di daerah itu bernasib mujur.
Ketekunan dan kerja keras membudidayakan ayam (ras) petelur beberapa tahun ke belakang, Pria paruh baya ini kini berhasil mampu menyekolahkan anaknya hingga ke "Negeri Tirai Bambu (China)."
"Ternyata apa yang di katakan banyak orang selama ini bahwa Sipirok yang berhawa dingin tidak cocok untuk budi daya ternak ayam/pengembangan ayam petelur hanya pepesan kosong atau mitos belaka," ujar Ismail.
Berawal dari gudang kosong yang disulap menjadi kandang umbaran berukuran 6 meter x 20 meter berkapasitas 500 ekor ayam ras (merah). Berdinding kawat jaring ditutupi sebagian besar atap seng bekas, dan ayam itu dia jaga rawat setiap hari.
Dari dalam kandang itu, dia sudah berhasil menjual sedikitnya 350 butir telur ayam bila dikalkulasi per bulan dari hasil penjualan telur itu bisa mencapai belasan juta rupiah, dengan harga jual Rp1.500 per butir atau setara Rp525 ribu per hari.
Dapat dibayangkan, pendapatan Rp525.000 per hari bila di kali satu bulan (30 hari), omset Ismail sebesar Rp.15.750.000 yang 50 persen dikeluarkan biaya pakan atau Rp.7.875.000 laba bersih yang dia kantongi.
Berpenghasilan bersih mencapai hampir delapan juta per bulan dari ayam pe telur (potensi bertelur setiap ekor ayam bisa hingga 2 tahun) ini sudah sangat dapat membantu mendorong pendapatan ekonomi keluarganya secara mandiri.
Untuk mendapatkan bibit ayam pe telur seperti yang dia pelihara, dia pesan dari Perusahaan Mabar, di Medan seharga Rp12.000 per ekor dengan umur satu hari. Ayam pe telur ini baru akan memproduksi telur setelah baru berumur lima bulan.
Sementara seekor ayam pe telur dewasa cuma butuh modal pakan setiap hari (pagi - sore) kisaran Rp50 ribu (pagi dan sore). Cara merawatnya mudah. Terpenting rajin mengontrol makanan (pakan) dan minuman ayam/ perkembangan ayam.
Untuk pakan sendiri dia juga sudah olah sendiri. Jagung dan dedak halus yang didapatkan dari kalangan petani di daerah itu dia permentasi bersama konsentrat dengan perbandingan takaran satu banding satu.
Sekarang, para toke-toke luar dan dalam Sipirok banyak sudah datang untuk memesan telur ayamnya walau belum tersahuti secara penuh. Mengingat banyaknya pelaku usaha seperti cafe dan rumah makan di daerah Sipirok juga turut melakukan pemesanan telur-telurnya.
Terkadang penjualan telurnya sistem barter. Dimana sejumlah warga petani daerah itu menukarkan dedak-nya dengan telur. Misal 1 goni (25 Kg dedak) dapat di tukar satu papan telur (30 butir). Untuk jagung petani dibayar antara Rp5.000-Rp6.000 di atas harga pasaran Rp3 ribu per kilo.
"Kan saling membutuhkan (simbiosis mutualisme). Kita butuh dedak dan jagung untuk bahan baku pakan warga juga butuh perbaikan gizi. Lagian lewat telur ini kita sudah ikut membantu gizi masyarakat sekaligus turut andil mengantisipasi stunting," kata suami tercinta Masrida Murni Siagian (50).
Tingginya permintaan pasar, menjadi penyemangat bagi Ismail untuk pengembangan usaha ayam pe telur. Tak jauh dari kandang lama kini sudah terbangun kandang umbaran baru berkapasitas 1.000 ekor bibit ayam pe telur. Dalam waktu dekat akan panen telur tambahan.
Pendapatan dari ayam pe telur berkapasitas 500 ekor di atas lahan 6 meter x 20 meter, kata ayah lima orang anak ini, setara dengan pendapatan bertani padi sawah dengan luas lahan lebih kurang 3 hektare sawah dalam dua kali musim tanam per tahunnya.
Sementara ayam-ayam pe telur yang sudah dianggap afkir (tidak lagi produktif) akan dijual ke pasar dengan harga kisaran Rp20 per kilogram. Artinya hasil penjualan ayam afkir ini juga akan menambah inkam selain telur-telur ayam itu sendiri. Demikian dengan kotoran ayam itu laris dijual untuk keperluan pupuk.
Kini usaha ayam pe telur yang perdana di Sipirok dan sudah berjalan lebih dari 1,5 tahun ini sudah menjadi pendorong bagi warga Sipirok lainnya. Sudah ada lima warga yang mengikuti langkah Ismail menantang "mitos" tersebut.
Seperti halnya yang dilakoni warga di daerah Bagas Lombang, Desa Pangurabaan, Desa Saragodung, Desa Marsada, dan Desa Pahae Aek Sagala, Kecamatan Sipirok, yang sudah mengikuti langkah pria yang sudah tiga periode berturut menjadi Kepala Desa Simaninggir, Sipirok, beternak ayam petelur.
Selain usaha untuk persiapan pensiun dari kepala desa, ternyata langkah Ismail, yang selama ini fokus bertani/berkebun ekspansi ke ternak ayam pe telur ternyata tidak lepas dorongan Bupati Tapanuli Selatan Dolly Pasaribu dan Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Tapanuli Selatan M.Yusuf.
"Selain motivasi keluarga, Pak Bupati melalui Kadis PMD Tapsel tidak bosan memberi arahan untuk menjalankan usaha demi menghidupi keluarga secara mandiri. Pak Yusuf juga kerap mendorong untuk studi banding ke daerah lain secara mandiri belajar pengembangan ternak ayam pe telur," ungkap Ismail yang baru saja mendapatkan penghargaan dari pemerintah setelah berhasil membawa Simaninggir sebagai Desa Mandiri di Indonesia.
Dengan modal semangat serta rasa optimisme yang tinggi, Ismail yang selama ini diketahui bergelut pada bidang usaha pertanian kini usaha melawan mitos tersebut sudah menampakkan harapan yang menjanjikan untuk keluarga dan kelima orang anaknya serta peluang bagi orang lain.
Bisa menyekolahkan anaknya di Universitas TPC Yangzhou Polytechnic College Jurusan Teknik Sipil (alumni MAN IC Tapsel) di Negeri Tirai Bambu" China merupakan kebanggaan tersendiri buat Ismail dan keluarga besarnya.
Sedang dua orang lagi anaknya sedang menempuh pendidikan satu orang di Universitas Malikussaleh, Aceh, satunya lagi di MTsN di Sipirok. Dua anak lainnya Alumni Andalas Padang, dan Alumni IPB (sudah mengabdi).
Berkat ketekunannya, dan demi menyahuti cita-cita anak serta tuntutan keluarganya juga menepis mitos, Ismail yang mengaku sudah memelajari psykologis ayam bertekad akan terus mengembangkan ayam peternak di wilayah Kecamatan Sipirok secara mandiri.