"Ada negara seperti India yang menutup kuota ekspor gulanya. Kebijakan itu membuat harga gula tinggi. Pengusaha pun enggan impor karena tidak mau rugi. Kebijakan relaksasi itu mungkin menjadi jalan tengah agar pengusaha tidak dirugikan," kata dia.
Pada Kamis (9/11), pemerintah melalui Badan Pangan Nasional resmi memberlakukan relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen dari Rp14.500 per kilogram menjadi Rp16.000 per kilogram atau Rp17.000 per kilogram khusus di wilayah Maluku, Papua, dan daerah tertinggal, terluar, terpencil dan pedalaman.
Harga Rp14.500 per kilogram tersebut adalah harga acuan penjualan di konsumen yang diatur dalam Peraturan Bapanas Nomor 17 tahun 2023.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan, relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga gula di dalam negeri yang diberlakukan bagi pelaku usaha di ritel modern (Aprindo dan Hippindo) agar bisa menjual di atas harga acuan penjualan (HAP) sesuai kewajaran harga yang ditetapkan.
Acuan harga anyar itu sudah mempertimbangkan harga gula di produsen atau harga internasional, biaya kemasan, biaya distribusi dan sebagainya.