dr. Nandyan N. Wilastonegoro, M.Sc.I.H. selaku Deputi Direktur CFHC-IPE, FK-KMK UGM membahas lebih lanjut terkait dampak sosial langsung maupun tidak langsung yang dirasakan oleh masyarakat akibat penyakit DBD serta tingkat keparahannya, bagaimana tantangan dan hambatan akses pelayanan DBD di masyarakat terutama pada kelompok marjinal, serta bagaimana rekomendasi kebijakan pencegahan dan penanganan DBD yang komprehensif yang perlu diimplementasikan oleh pemerintah.
dr. Nandyan memaparkan, “Kasus dengue mengalami kenaikan yang dramatis. Per tahun, diestimasikan ada 58 juta hingga 105 juta kasus di seluruh dunia. Kenaikan juga terlihat pada disability-adjusted life year (DALY). Dimana pada tahun 1990 berada pada 800 ribu, dan tahun 2016 menyentuh angka 2,8 juta.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki beban DBD yang terbesar di dunia, dimana diestimasikan ada sekitar 7.8 juta kasus DBD. Dari sisi beban keuangan DBD, sebagian besar ditanggung dengan keuangan rumah tangga, dan diikuti oleh JKN dan kontribusi dari kerabat.”
“Terdapat pilihan lain untuk intervensi DBD, yaitu dengan protokol observasi praktikal yang bisa melalui data pengawasan dengan sampel yang kecil, namun representatif dari rumah sakit di daerah tersebut, penggunaan nyamuk yang dimasukkan bakteri Wolbachia, dengan keuntungan bisa mengurangi kasus DBD, namun tergantung dengan seberapa luas daerah untuk biayanya. Kota di indonesia yang menjadi prioritas program ini adalah Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Denpasar, dan Mataram, vaksin DBD yang bisa mengurangi kasus DBD, namun tergantung dengan seberapa banyak individu yang terlindungi untuk biayanya. Kota di Indonesia yang menjadi prioritas program ini adalah Banda Aceh, Batam, Padang, Samarinda, dan Manado,” tambah dr. Nandyan
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. drg. Mardiati Nadjib, M.Sc selaku Guru Besar FKM UI menjelaskan lebih lanjut terkait dampak ekonomi kesehatan dari demam berdarah di Indonesia, “Di Indonesia, Aedes aegypti and Aedes albopictus adalah vektor primer dan sekunder untuk transmisi DBD. Jumlah rata-rata kasus DBD tahunan yang dilaporkan ke otoritas kesehatan di Indonesia lebih dari 129.000 untuk periode antara 2004 dan 2010, tingkat insiden tertinggi kedua di dunia setelah Brasil. Pelaporan DBD di Indonesia diakui belum lengkap dan prosedur pelaporan antar provinsi sangat bervariasi. Sebuah studi pemodelan kartografi tahun 2013 memperkirakan bahwa sekitar 7,6 juta infeksi DBD mungkin telah terjadi di Indonesia pada tahun 2010, yang sebagian besar tidak dilaporkan. Penyakit ini biasanya paling umum di daerah perkotaan, namun, daerah pedesaan semakin terpengaruh. Selain itu, wabah epidemi DBD secara tradisional tampaknya menjadi lebih tidak menentu dalam beberapa dekade terakhir.”
“Total cost (direct dan indirect) mencapai sebesar USD 791 di Yogyakarta, USD 1.241 di Bali and USD 1.250 di Jakarta. Beban DBD setiap tahunnya menurut penelitian Sheppard (2018) banyak berasal dari biaya rawat inap (922.000 orang) dan rawat jalan (1,7 juta orang), sementara perawatan sendiri (4,6 juta orang) sehingga harus berhenti bekerja atau sekolah, sehingga diperkirakan Indonesia kehilangan 311.744 DALY’s setiap tahun yang terdiri dari 71,9 persen karena disabilitas dan 28,1 persen karena fatalitas. Dengan besarnya beban ekonomi pada kasus DBD, Indonesia harus memperbaiki sistem pencatatan pelaporan kasus, meningkatkan pencegahan seperti vektor kontrol dan pengembangan vaksin untuk menekan beban itu mengingat Indonesia adalah daerah endemis DBD. Apabila hal ini tidak dilakukan, Indonesia berpotensi mengalami kerugian. Jika Indonesia tidak bisa menekan beban ekonomi akibat DBD, maka jumlah kasus akan terus meningkat. Bila jumlah kasus meningkat tentu beban ini akan meningkat, termasuk beban bagi BPJS kesehatan dan Pemerintah serta masyarakat sendiri,” tambah drg. Mardiyati.
Andreas Gutknecht selaku Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, dalam wawancara terpisah mengatakan, "Takeda menghargai kontribusi InaHEA dalam meningkatkan kesadaran tentang beban penyakit demam berdarah di Indonesia dan dampaknya pada kesehatan masyarakat. Kami juga merasa terhormat atas kepercayaan yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan RI dalam menjalin kemitraan yang kuat untuk berbagai upaya pencegahan DBD, sejalan dengan tujuan nol kematian akibat DBD di Indonesia pada tahun 2030. Komitmen Takeda terhadap masalah DBD tercermin dalam keterlibatan kami dalam inisiatif seperti KOBAR (Koalisi Bersama) Lawan Dengue sebagai salah satu anggota pendiri dan dalam pelaksanaan kampanye masyarakat #Ayo3mplusVaksinDBD yang mendukung upaya pencegahan dan pengendalian DBD yang komprehensif.”
Burden of Dengue in Indonesia dalam InaHEA Biennial Scientific Meeting 2023
Selasa, 7 November 2023 19:04 WIB 1555