Medan (ANTARA) - Tim Kerja Arbovirosis Kementerian Kesehatan RI dr Iriani Samad, Msc mengatakan peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia disebabkan faktor cuaca.
"Peningkatan kasus DBD ini memiliki beberapa faktor cuaca yaitu perubahan iklim yakni suhu, kelembapan udara, curah hujan dan kecepatan angin. Paling ekstrem perubahan iklim El Nino," ujar Tim Kerja Arbovirosis Kementerian Kesehatan RI dr Iriani Samad Msc di Medan, Sabtu.
Iriani mengatakan faktor cuaca lainnya meningkatnya DBP pada suhu udara dengan temperatur yang meningkat tinggi, kenaikan permukaan air laut, sosioekonomi, demografi dan lainnya yang menyebabkan dampak kesehatan.
Lebih lanjut, perubahan iklim juga berpengaruh terhadap kasus dengue dengan melakukan peningkatan jumlah vektor atau parasit pada vektor, perkembangannya dan semakin banyak tempat jentik nyamuk.
"Selain itu, korelasi peningkatan suhu dengan nyamuk menggigit. Jadi semakin tinggi suhu, maka semakin sering nyamuk menghisap darah, karena cuaca panas dan hujan kembali," kata Iriani.
Ia menyebut, pada suhu 18 derajat selsius nyamuk menghisap darah biasa setiap 5,5 hari, tapi kalau suhu naik bisa mengisap darah dua hari sekali.
"Itu salah satu kasus DBD meningkat pada 2024, dengan korelasi curah hujan dan cuaca saat ini," kata Iriani.
Dia mengatakan jumlah kasus 2023 nasional 114.320 kasus dengan kematian 894 kasus. Sedangkan 2024 belum selesai meningkat menjadi 218.356 kasus.
"Berarti sudah terjadi peningkatan kasus hampir dua kali lipat, angka kematian 1.259 sudah terjadi peningkatan, jauh dibandingkan 2023," kata dia.