"Penyakit ini tidak bergejala saat lahir. Pada fase awal kelahiran, penyakit ini belum menunjukkan gejala signifikan," katanya dalam acara gelar wicara tentang hipotiroid kongenital yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Faisal mengungkapkan gejala dari hipotiroid kongenital akan muncul ketika hormon tiroid yang diberikan ibu pada saat kehamilan habis, sedangkan produksinya akan digantikan oleh produksi mandiri seorang bayi setelah tali pusar bayi terputus.
Umumnya, kata dia, hormon tiroid yang diberikan ibu pada saat kehamilan bisa bertahan hingga usia bayi 2-4 minggu.
"Ketika habis dan bayi tidak mampu produksi hormon tiroid secara mandiri, baru muncul gejalanya. Biasanya bayi lemas, awalnya menetek kuat, lama lama kurang, bisa juga kuning berkepanjangan," ujar Faisal.
Pada usia selanjutnya, kata dia, anak akan mengalami kelemahan reflek otot, serta muncul gejala khas seperti wajah bengkak, lidah menebal, jarang menyusu, jarang menangis, badan dingin, hingga sembelit yang seluruhnya karena otot bayi yang lemah.
Sedangkan pertolongan pada bayi yang menderita, kata dia, hanya dapat dilakukan secara optimal sebelum bayi menginjak usia satu bulan. Karena penyakit hipertiroid kongenital juga berdampak pada perkembangan inteligensi anak.
Oleh karena itu, dia mendorong agar para orang tua melakukan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada saat anak baru dilahirkan, sebagai upaya pencegahan dari dampak yang lebih buruk lagi.
"Semua fasilitas layanan kesehatan yang menerima pelayanan persalinan dengan skema BPJS, semuanya sudah melayani pengambilan sampel skrining. Program ini di-cover pemerintah," ujarnya.
Untuk diketahui, SHK merupakan salah satu dari 14 jenis skrining yang biayanya ditanggung oleh pemerintah. SHK pada bayi baru lahir juga merupakan bagian dari Integrasi Layanan Kesehatan Primer yang salah satunya berfokus pada setiap siklus hidup.
Sebelumnya Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas) Kemenkes Maria Endang Sumiwi mengatakan siklus hidup menjadi fokus utama supaya Kemenkes dapat memenuhi layanan primer dari tiap-tiap siklus, dimulai dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia.
Siklus hidup tersebut, kata dia, dijadikan acuan oleh Kemenkes untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, yang sesuai dengan standar yang terdapat pada masing-masing siklus hidup.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dokter: Hipotiroid kongenital tidak bergejala saat bayi lahir
Faisal mengungkapkan gejala dari hipotiroid kongenital akan muncul ketika hormon tiroid yang diberikan ibu pada saat kehamilan habis, sedangkan produksinya akan digantikan oleh produksi mandiri seorang bayi setelah tali pusar bayi terputus.
Umumnya, kata dia, hormon tiroid yang diberikan ibu pada saat kehamilan bisa bertahan hingga usia bayi 2-4 minggu.
"Ketika habis dan bayi tidak mampu produksi hormon tiroid secara mandiri, baru muncul gejalanya. Biasanya bayi lemas, awalnya menetek kuat, lama lama kurang, bisa juga kuning berkepanjangan," ujar Faisal.
Pada usia selanjutnya, kata dia, anak akan mengalami kelemahan reflek otot, serta muncul gejala khas seperti wajah bengkak, lidah menebal, jarang menyusu, jarang menangis, badan dingin, hingga sembelit yang seluruhnya karena otot bayi yang lemah.
Sedangkan pertolongan pada bayi yang menderita, kata dia, hanya dapat dilakukan secara optimal sebelum bayi menginjak usia satu bulan. Karena penyakit hipertiroid kongenital juga berdampak pada perkembangan inteligensi anak.
Oleh karena itu, dia mendorong agar para orang tua melakukan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada saat anak baru dilahirkan, sebagai upaya pencegahan dari dampak yang lebih buruk lagi.
"Semua fasilitas layanan kesehatan yang menerima pelayanan persalinan dengan skema BPJS, semuanya sudah melayani pengambilan sampel skrining. Program ini di-cover pemerintah," ujarnya.
Untuk diketahui, SHK merupakan salah satu dari 14 jenis skrining yang biayanya ditanggung oleh pemerintah. SHK pada bayi baru lahir juga merupakan bagian dari Integrasi Layanan Kesehatan Primer yang salah satunya berfokus pada setiap siklus hidup.
Sebelumnya Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas) Kemenkes Maria Endang Sumiwi mengatakan siklus hidup menjadi fokus utama supaya Kemenkes dapat memenuhi layanan primer dari tiap-tiap siklus, dimulai dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia.
Siklus hidup tersebut, kata dia, dijadikan acuan oleh Kemenkes untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, yang sesuai dengan standar yang terdapat pada masing-masing siklus hidup.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dokter: Hipotiroid kongenital tidak bergejala saat bayi lahir