Di sisi lain, kemudahan mengakses internet dan gawai pada anak tanpa disertai kemampuan penilaian dan pengendalian yang baik dapat menempatkan mereka pada risiko terkena eksploitasi dan kekerasan secara daring.
Anggia lalu menyebut bentuk baru kekerasan dan eksploitasi pada anak yang mungkin tak disadari orangtua antara lain interaksi terkait kekerasan seksual berupa sexting atau praktik mengirim pesan, foto atau video yang eksplisit secara seksual melalui pesan teks, serta live video.
"Dampaknya terhadap anak kalau mengalami kekerasan secara online bisa mereka menjadi malu terhadap apa yang mereka alami," kata dia.
Menurut dia, anak korban kekerasan yang merasa malu dengan apa dialami pasti akan menyalahkan diri sendiri. Mereka juga rentan disalahkan orangtua atau guru dan orang-orang di sekitarnya, merasa tertuduh hingga dikhianati oleh orang yang telah dipercayainya.
Ini, kata Anggia, pada akhirnya dapat memunculkan gangguan psikologis lain seperti kecemasan, gangguan perilaku dan suasana hati seperti depresi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anak rentan alami adiksi perilaku bila gunakan internet berlebihan