Jakarta (ANTARA) - Pakar Gastrohepatologi dari Fakultas Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Prof. dr. Badriul Hegar, Sp.A(K), Ph.D, menyebutkan masalah makan pada anak perlu menjadi perhatian karena dapat berdampak pada terganggunya pertumbuhan.
“Konsumsi zat nutrisi yang tidak optimal, perkembangan juga terganggu, dan mempengaruhi emosinya,” ungkap Hegar saat dijumpai di Jakarta Selatan, Selasa.
Lebih lanjut, Hegar menjelaskan bahwa kejadian masalah makan pada anak juga bervariasi, tergantung dari istilah dan umur si kecil. Namun 20 hingga 70 persen masalah makan dialami oleh anak usia di bawah 5 tahun.
Masalah makan sendiri bisa disebabkan faktor lingkungan, perilaku atau psikologi anak, atau bisa juga disebabkan gangguan organik seperti gangguan saluran cerna.
Beberapa gangguan pencernaan yang menyebabkan ketidaknyamanan anak saat makan dan membuat anak enggan makan yakni diare, muntah, sakit perut, demam, gastroesophageal reflux disease (GERD), intoleransi laktosa, atau gangguan gastrointestinal lainnya.
Selain memengaruhi nafsu makan anak, gangguan-gangguan tersebut juga dapat membuat kesan tidak menyenangkan pada anak sehingga anak memiliki rasa takut ketika makan.
“Meskipun sebagian besar disebabkan non organik, sebagai dokter dan orang tua perlu mewaspadai adanya gejala penyakit organik pada 20-30 persen anak dengan masalah makan,” terang Hegar.
Beberapa kelainan organik yang menyebabkan masalah makan pada anak terbagi menjadi tiga macam. Pertama, gangguan saluran cerna penyakit refluks gastroesofagus (PRGE), kolik infantil, infeksi saluran cerna.
Kedua, alergi makanan terutama terhadap protein susu sapi, atau bahan makanan lainnya seperti gluten pada penyakit seliak. Ketiga, gangguan perkembangan motorik dan sensorik juga memengaruhi kemauan makan, kesulitan mengunyah dan menelan makanan.
"Sebaiknya secara berkala kita mengevaluasi kemungkinan adanya kelainan organik pada anak yang belum memberikan respon terhadap tata laksana yang diberikan, minimal setiap 3 bulan,” papar Hegar.