Tapanuli Tengah (ANTARA) - Anggota Dewan Pers DR Agus Sudibyo mengatakan, kegiatan jurnalistik dan liputan tidak boleh diselesaikan secara pidana, melainkan harus ke Dewan Pers. Hal itu ditegaskan Agus dalam Seminar Jurnalistik yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sibolga-Tapanuli Tengah, Senin (15/11) di ruangan Audiovisual Matauli Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Dijelaskan Agus, bahwa antara Dewan Pers dan Polri telah ada MoU terkait kegiatan jurnalistik. Atas dasar itulah, setiap kegiatan jurnalistik dan liputan tidak bisa diselesaikan dengan pidana, kecuali oknum wartawan tersebut terlibat dengan kasus lain, seperti pemerasan, hutang piutang, perkelahian dan kegiatan lainnya di luar dari kegiatan jurnalistik.
“Jadi, dalam MoU antara Dewan Pers dan Polri itu dijelaskan, jika ada laporan ke polisi terkait jurnalis, maka polisi menyerahkan ke Dewan Pers. Dan Dewan Pers akan melakukan kajian terkait pengaduan tersebut, dan akan ada rekomendasi dari Dewan Pers kepada kepolisian. Hal ini sudah berlaku lama dan cukup efektif,” ungkapnya.
Masih menurut Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers itu, banyak kasus pelaporan ke dewan pers yang sudah dimediasi dan diselesaikan dengan baik oleh Dewan Pers.
Agus juga memaparkan bahwa dalam wartawan itu ada tingkatannya. Untuk wartawan paling tinggi greatnya adalah wartawan yang sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Di bawahnya, wartawan yang sudah masuk organisasi profesi yang diakui Dewan Pers (PWI, IJTI, AJI, Perwarta Foto Indonesia). Dan great wartawan paling bawah yaitu, belum UKW dan tidak masuk dengan organisasi profesi, tetapi bekerja di media yang terdaftar di dewan pers. Dan great yang paling bawah sekali adalah, wartawan yang tidak terdaftar di Dewan Pers, belum UKW, tidak bergabung dengan organisasi profesi, dan medianya tidak terdaftar di Dewan Pers (wartawan freelance dari media asing).
Dijelaskan Agus, dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya wartawan diikat kuat oleh kode etik, sehingga tidak bisa seenaknya dalam membuat berita. “Berita yang dihasilkan wartawan itu harus berimbang, tidak menghakimi, dan tidak menggabungkan antara fakta dengan opini. Intinya, setiap berita yang dihasilkan wartawan harus dapat dipertanggung jawabkan. Dan jika ada wartawan yang melanggar kode etik dalam tugas jurnalisnya, bisa diadukan langsung ke Dewan Pers, dan kami dari Dewan Pers pasti menindaklanjutinya. Jadi tidak perlu takut kepada wartawan,” ungkapnya.
Agar terjadi berita yang berimbang yang dihasilkan wartawan kata Agus, narasumber jangan pelit dengan informasi yang ditanyakan wartawan. Apalagi seseorang itu sebagai pejabat publik, tidak bisa pelit dengan informasi, karena itu menjadi tugas dari seorang pejabat publik.
Agus pun mencontohkan, yang sering terjadi di lapangan ketika lembaga menutup diri ke publik, sehingga membiarkan wartawan menulis yang salah tentang lembaga itu.
“Perlu kita ingat, bahwa wartawan itu bekerja untuk kepentingan publik, jadi tidak perlu menutup diri ke publik apalagi dia seorang pejabat publik. Itulah risiko seorang pejabat publik yang harus siap dikonfirmasi kapan saja demi kepentingan publik,” pungkasnya.
Selain menghadirkan narasumber dari Dewan Pers Jakarta, PWI Sibolga-Tapteng juga mengundang Ketua PWI Sumut, H Farianda Putra Sinik dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Sumut, Syahrir. Dalam paparannya Farianda mengatakan, bahwa kegiatan yang dilakukan oleh PWI Sibolga-Tapteng adalah kegiatan yang luar biasa, karena mampu menghadirkan Dewan Pers sebagai pembicaranya dengan topik yang sangat menarik dan seksi, yaitu, “Apa dan Siapa Itu Wartawan dan Undang-Undang Pers”.
“Tema ini tampak biasa saja, tetapi sangat dalam maknanya. Apalagi yang menjelaskannya adalah ahlinya langsung dari Dewan Pers. Makanya tadi saya katakan, seminar ini sangat menarik dan luar biasa. Kami sangat mendukung kegiatan-kegiatan seperti ini, sehingga wawasan masyarakat dan para pemangku kebijakan di daerah semakin paham akan apa dan siapa itu wartawan serta Undang-Undang Pers. Perlu juga saya tegaskan, wartawan belum tentu PWI, tetapi PWI sudah pasti wartawan,” ucapnya.
Farianda pun mengungkapkan, dia bersama Dewan Kehormatan PWI Sumut, telah menyerap aspirasi dari anggota PWI dari masing-masing daerah. Harapannya, bagaimana PWI lebih kuat lagi dalam melindungi anggotanya dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
“Atas dasar itulah kami akan bentuk lembaga bantuan hukum PWI Sumut, karena banyaknya teman-teman wartawan yang berhadapan dengan hukum dalam melaksanakan tugasnya. Kami juga akan buat pendidikan etika, agar anggota PWI semakin beretika dalam menjalankan tugasnya. Intinya, di masa kepemimpinan kami ini, kami berkewajiban memberikan pendidikan dan perlindungan serta kesejahteraan bagi anggota PWI di Sumut,” tegasnya.
Untuk PWI di Sibolga Tapteng, Farianda berpesan agar tetap berkarya.“Kegiatan kita hari ini sangat luar biasa, ditambah lagi ini kunjungan perdana saya ke luar daerah sejak terpilih sebagai Ketua PWI Sumut Oktober kemarin. Sekali lagi selamat buat PWI Sibolga-Tapteng, saya bangga dengan kegiatan ini,” pujinya.
Hal senada juga disampaikan oleh Syarir. Dia meminta agar kegiatan diskusi seperti yang digelar hari ini berkelanjutan dengan topik-topik menarik lainnya.
“Silahkan berkoordinasi dengan stake holder yang ada di kedua daerah ini. Karena saya lihat dalam acara kita ini, para pimpinan instasni dan yang mewakili kepala daerah serta para penegak hukum turut hadir. Ini sebagai bukti bahwa PWI Sibolga-Tapteng mampu berkomunikasi dengan baik dengan masing-masing instasi dan lembaga lainnya. Sukses buat PWI Sibolga-Tapteng,” pungkasnya.
Ada pun yang menjadi peserta dalam seminar ini, perwakilan dari masing-masing instansi dan lembaga yang ada di Sibolga Tapteng, penyidik dari Polres Sibolga-Tapteng, kejaksaan, hakim, perwakilan mahasiswa, LSM, Advokat, Pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh agama, Perwakilan Kepala Sekolah.