Jakarta (ANTARA) - Pasien kanker termasuk dalam kategori orang yang bisa mendapatkan vaksin COVID-19 seperti halnya Colin L. Powell, Menteri luar negeri Amerika Serikat era Presiden George W. Bush, walau akhirnya dia meninggal dunia akibat komplikasi COVID-19 setelah mendapatkan vaksinasi lengkap.
Merujuk pada hal ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan, masalah utama bukan pada aman atau tidaknya vaksin bagi pasien kanker, melainkan efektivitas vaksin khususnya pada bagi pasien dengan gangguan imunitas.
“Beberapa jenis pengobatan kanker seperti kemoterapi, radioterapi, transplantasi sumsum tulang, stem cell dan imunoterapi dapat mempengaruhi imunitas tubuh sehingga vaksin menjadi relatif kurang efektif,” kata dia yang menjabat sebagai Direktur Parca Sarjana Universitas YARSI itu melalui pesan elektroniknya, Selasa (19/10).
.Baca juga: Vaksinasi COVID-19 dosis lengkap bertambah 456.232 orang
Institut kanker nasional Amerika Serikat (NCI) juga menyatakan, berdasarkan penelitian vaksin COVID-19 dapat jadi kurang efektif pada sebagian pasien kanker.
Tetapi, pasien kanker yang sedang menjalani kemoterapi, radioterapi, imunoterapi dan terapi target dapat diberikan vaksin COVID-19, menurut National University Cancer Institute Singapore (NCIS).
Colin L. Powell (84) diketahui terkena multiple myeloma atau kanker yang terbentuk dalam jenis sel darah putih yang disebut sel plasma atau kanker plasma darah. Dia berjuang menjalani perawatan penyakitnya itu selama 2-3 tahun.
Juru bicara keluarga Powell, seperti dikutip dari The New York Times, mengatakan dia seharusnya menerima suntikan booster vaksin pekan lalu, tetapi harus menundanya karena sakit. Selain kanker, Powell juga mendapatkan perawatan untuk stadium awal penyakit Parkinson.
Mengenai hal ini, Tjandra mengutip tulisan di Cancer Therapy Advisor pada 31 Agustus 2021 mengungkapkan, berdasarkan penelitian, pasien dengan keganasan hemotologi (kanker darah) memang mendapatkan respon kekebalan lebih rendah sesudah divaksin COVID-19, dibanding dengan pasien dengan kanker padat.
Mengutip The Washington Post, sebagai pasien kanker darah, bahkan yang berhasil diobati, Powell memenuhi syarat mendapatkan dosis vaksin mRNA dan mungkin tidak memiliki respons kekebalan normal dari suntikan awal.
Para pejabat kesehatan mengatakan, suntikan tambahan atau booster harus dilihat sebagai cara bagi pasien ini untuk menyelesaikan imunisasi awal.
Komite Bersama untuk Vaksinasi dan Imunisasi di Inggris (JCVI) menyebutkan, kanker darah termasuk dalam sejumlah keadaan penyakit yang memerlukan suntikan vaksin dosis ketiga.
Strategic Advisory Group of Expert (SAGE) on Immunization juga merekomendasikan mereka dengan imunosupresi sedang dan berat dapat diberikan vaksin dosis ketiga.
Studi kanker darah dan vaksin COVID-19
Dokter penyakit menular di Yale Schools of Public Health and Medicine, Albert Ko, multiple myeloma mengambil alih sumsum tulang dan mengganggu kemampuan tubuh memblokir infeksi secara umum.
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada Juli lalu menunjukkan, sekitar satu dari empat pasien dengan kanker darah tidak terdeteksi menghasilkan antibodi setelah diberikan vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna, meskipun hasilnya bervariasi tergantung pada jenis kanker yang diderita pasien.
Studi lainnya dari Emory University School of Medicine pada 103 pasien multiple myeloma menunjukkan, sekitar 45 persen partisipan mengembangkan respons antibodi yang memadai terhadap vaksinasi, dan 22 persen memiliki respons parsial terhadap vaksin mRNA.
Sementara itu, sebuah studi kecil beberapa waktu lalu menunjukkan, suntikan booster vaksin menghasilkan antibodi pada setengah dari pasien yang sebelumnya tidak mengembangkannya setelah vaksinasi awal mereka.
Studi yang dilakukan Leukemia & Lymphoma Society itu mengamati 49 orang pasien kanker darah seperti multiple myeloma dan leukemia limfositik kronis.
Ahli hematologi dan onkologi di Icahn School of Medicine, Mount Sinai, Samir Parekh, mengatakan multiple myeloma dan pengobatan paling umum untuk penyakit ini membunuh sel B yang memproduksi antibodi tubuh.
“Pabrik antibodi tidak bekerja sebagaimana mestinya pada pasien yang dirawat untuk penyakit ini,”kata Parekh.
Menurut dia, sebelum pandemi, dokter menyadari pasien dengan jenis kanker ini rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk infeksi bakteri dan flu. Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien mendapatkan vaksin flu dan pneumonia.
Dalam pandangan awal pada beberapa pasiennya, suntikan vaksin tampaknya efektif dalam memproduksi antibodi bagi mereka yang belum mengembangkannya selama vaksinasi awal (dosis pertama dan kedua).
Kepala medis di Leukemia & Lymphome Society, Gwen Nichols memperkirakan sekitar 1,3 juta orang hidup dengan kanker darah atau menjadi penyintas penyakit ini.
Dia menyarankan mereka tetap divaksinasi tetapi berperilaku seperti belum divakasinasi alias mempertahankan protokol kesehatan seperti menghindari tempat yang sangat ramai, mengenakan masker dan rutin mencuci tangan.
Vaksinasi COVID-19, seperti yang dijalani Powell sebelum meninggal, kata dia, bisa mengurangi kemungkinan mereka terkena infeksi.
Berbagai studi menunjukkan, vaksin efektif dalam menurunkan risiko rawat inap dan kematian akibat COVID-19, dengan menciptakan penghalang terhadap infeksi.
CDC sebelumnya melacak 7178 kematian di antara orang-orang yang divaksinasi penuh. Dari jumlah tersebut, sebanyak 85 persen berusia di atas 65 tahun.
Jadi, walaupun vaksin COVID-19 bisa jadi kurang efektif pada pasien kanker, namun para pakar kesehatan berdasarkan studi sepakat merekomendasikan mereka dengan kanker mendapatkan suntikan vaksin, termasuk booster atau dosis ketiga