DKI Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KemenPPPA) Agustina Erni mengatakan pemberian ASI eksklusif pada anak di Indonesia masih terbilang rendah.
“Ternyata pemberian ASI belum sepenuhnya menjadi budaya dan gaya hidup para ibu di Indonesia. Dari Data Profil Kesehatan 2018 secara nasional, cakupan ASI eksklusif Indonesia baru mencapai 65,16 persen atau jauh dari yang kita harapkan,” kata Agustina dalam acara “Pemberian ASI Langkah Strategis untuk Melindungi dan Menyehatkan Ibu dan Anak” secara daring di Jakarta, Kamis (5/8).
Agustina mengungkapkan, 84,4 juta jiwa (31,6 persen) penduduk di Indonesia adalah anak-anak. Namun, lebih dari setengah anak Indonesia tidak memperoleh hak untuk mendapatkan ASI eksklusif.
Baca juga: Cara aman beri ASI saat ibu atau bayi terpapar COVID-19
“Ini menjadi tugas rumah kita bersama, untuk terus mendorong dan mendukung agar ibu dapat memberikan ASI selama 6 bulan pertama. Jika memungkinkan, dilanjutkan hingga anak berusia 8 bulan,” kata dia mengajak semua pihak dalam masyarakat untuk memberikan dukungan pada ibu yang menyusui.
Menanggapi permasalahan tersebut, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) Dhian Dipo menekankan bayi memiliki hak untuk mendapatkan ASI eksklusif, karena memiliki banyak manfaat untuk tumbuh kembang bayi.
“Karena ASI mengandung zat kekebalan dan melindungi bayi dari segala macam penyakit infeksi, bakteri, virus, parasit maupun jamur. Bayi akan mendapatkan anti tumor. Zat anti tumor tersebut, dapat membunuh 40 jenis sel tumor yang berbeda tanpa mengganggu sel lain yang sehat,” kata Dhian.
Selain mengandung zat anti tumor, dia menyebutkan ASI juga memiliki zat gizi yang sangat ideal dan meningkatkan daya tahan tubuh bayi.
“ASI merupakan sumber zat gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan dan pertumbuhan bayi. ASI meningkatkan jalinan kasih sayang anatara ibu dan anak. ASI juga mudah dicerna dan diserap secara efisien,” kata dia.