Tapteng (ANTARA) - Bupati Tapanuli Tengah Bakhtiar Ahmad Sibarani berang mendengar keluhan masyarakatnya dari Kecamatan Sirandorung dan Kecamatan Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Di mana menurut pengakuan masyarakat, bahwa PT. Sinar Gunung Sawit Raya (SGSR) mewajibkan masyarakat menjual buah sawitnya ke perusahaan tersebut. Selain itu, pihak PT. SGSR juga melakukan kutipan Rp30 rupiah/kg dari hasil penjualan sawit masyarakat jika melintas dari areal pabrik sawit.
Mendengar keluhan warganya, Bakhtiar Ahmad Sibarani langsung berang dan mengancam akan mencabut izin perusahaan jika tindakan yang dilakukan perusahaan kebun sawit itu menyalahi aturan.
Baca juga: PWI Sibolga-Tapteng berbagi kasih Natal dengan anak panti asuhan
“Saya tegaskan kepada pihak perusahaan tidak ada lagi pengutipan seperti yang dikeluhkan oleh masyarakat saya. Kalau juga tetap dilakukan itu namanya pungli, karena tidak ada dasar perusahaan melakukan pengutipan kepada masyarakat. Kalau ada kutipan itu namanya restribusi, dan harus ada izinnya dari Pemerintah. Jadi pihak perusahaan jangan melakukan pengutipan,” tegas Bakhtiar dengan nada tinggi pada acara rapat bersama yang digelar di kantor Bupati Tapteng, kemarin.
Terungkapnya persoalan ini berawal saat Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Tengah melakukan silaturahmi dengan para tokoh masyarakat di Kecamatan Sirandorung pada hari Kamis (17/12), yang ditindaklanjuti dengan rapat pada Senin, (21/12) di kantor Bupati Tapteng.
Pada rapat itu, Timbul Gaja, salah seorang warga Kecamatan Sirandorung dihadapan Bupati mengungkapkan, bawa pihak perusahaan sudah mengeluarkan keputusan sepihak. Dimana masyarakat tidak boleh melintas dari lahan kebun sawit milik perusahaan, dan jika melewati areal kebun sawit, maka warga diwajibkan menbayar sebesar Rp 30 rupiah/kg. Dan itu sudah terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu.
“Untuk itu kami memohon kepada Bapak Bupati agar membantu kami masyarakat ini pak, karena hasil kebun sawit kami yang berada di sekitar PT. SGSR diwajibkan dijual kepada pihak perusahaan,” sebut Timbul.
Terkait hal itu Bupati menegaskan, bahwa hak warga untuk menjual kemana hasil sawit mereka.
“Kebun sawit yang dikelola masyarakat adalah hak warga saya. Mereka yang tanam, mereka yang rawat bukan pihak perusahaan. Jadi tidak ada hak perusahaan mewajibkan masyarakat untuk menjual buah sawitnya kepada PT. SGSR,” tegas Bupati.
Terkait persoalan warga tidak boleh melintas untuk ke kebunnya dari areal Kebun Sawit milik PT. SGSR, Bupati memberikan solusi agar pihak perusahaan memberikan akses kepada masyarakat setiap hari Kamis dan Jumat. Tetapi untuk memupuk dan merawat tanaman, wajib diperbolehkan kapan saja tanpa ada batasan harinya.
Selain adanya kutipan, warga juga mengungkapkan adanya larangan hewan kerbau melintas ke areal perkebunan. Kalau pun mau melintas dikenakan tarif Rp300ribu/ekor, dari sebelumnya Rp200 ribu/ekor. Selain itu, terungkap juga keluhan warga bahwa pihak PT. SGSR memaksa warga yang memiliki lahan di sekitar kebun sawit PT. SGSR untuk menjual lahannya kepada PT. SGSR atau masyarakat menyewakan lahannya ke perusahaan tersebut.
Bakhtiar pun kembali berang mendengar keluhan itu. Bupati meminta pihak perusahaan untuk tidak memaksa masyarakat menjual atau menyewakan lahannya kepada perusahaan.
“Hak masyarakat saya untuk menjual kepada siapa tanah mereka. Dan jangan gunakan cara-cara kalian untuk memaksakan kehendak kepada masyarakat. Selagi saya menjabat Bupati Tapanuli Tengah saya akan membela masyarakat,” tegasnya kembali.
Sementara terkait hewan ternak masyarakat yang dilarang masuk, pihak perwakilan dari Pengadilan Negeri Sibolga yang ikut hadir di pertemuan itu menjelaskan, bahwa areal hewan peternakan warga sudah ada keputusannya di mana diperbolehkan digembalakan.
“Kita akan lihat bersama mana areal hewan ternak yang telah diputuskan Pengadilan Negeri (PN) Sibolga. Saya akan meminta secara resmi surat dan petanya ke PN Sibolga dan akan turun bersama melihat areal tersebut, apakah masuk areal PT. SGSR atau tidak. Dan tidak ada kutipan bagi hewan ternak yang melintas. Dan kepada masyarakat, saya juga meminta agar menjaga hewan ternaknya jangan sampai merusak tanaman milik PT. SGSR,” imbuh Bupati yang baru berusia 36 tahun itu.
Sementara menurut penjelasan dari pihak BPN Tapanuli Tengah, luas HGU PT. SGSR hanya 6.957,06 hektar. Sementara pengakuan masyarakat luas lahan perusahaan sudah 11 ribu hektar.
“Saya tidak mengetahui apakah lahan PT. SGSR seluas 6.957,06 atau 11 ribu hektar sesuai pengakuan masyarakat. Saya akan minta DPRD untuk membentuk Pansus dan bersama masyarakat akan turun ke lapangan mengukur luas lahan PT. SGSR sesuai dengan HGU. Jangan main-main, jika menyalahi aturan dan menjurus ke pidana kami akan cabut izinnya,” tegas Bupati seraya meminta agar kehadirannya perusahaan bermanfaat bagi masyarakat.
Menanggapi hal ini, Pihak PT. SGSR menerima hasil keputusan Bupati Tapteng Bakhtiar Ahmad Sibarani dan disampaikan kepada direksi.
Hadir dipertemuan ini, Wakil Bupati Tapteng Darwin Sitompul, Asisten III Herman Suwito, Kadis Perizinan Tapteng Erwin Marpaung, Kadis Pertanian dan Peternakan drh. Iskandar, Ka. Sat Pol PP, Camat Sirandorung, Perwakilan Pihak Polres Tapteng, Kapolsek Manduamas, Perwakilan Kodim 02112, Perwakilan PN. Sibolga, Perwakilan BPN Tapteng, Pihak PT. SGSR dan Perwakilan Masyarakat.