Sibolga (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Kota Sibolga, Jamil Zeb Tumori memprotes kebijakan dari Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga terkait aturan dari PPN Sibolga yang mewajibkan kapal nelayan sandar dan bongkar di PPN Sibolga.
Dalam protesnya itu Jamil mengatakan, bahwa pelabuhan itu merupakan fasilitas negara dan dibuat untuk rakyat bukan menyengsarakan rakyat. Dengan adanya kebijakan yang dibuat PPN Sibolga dengan kewajiban sandar dan bongkar di PPN Sibolga maka dapat menghancurkan ekonomi perikanan di Kota Sibolga.
Menanggapi hal itu Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga, Makkasau yang dikonfirmasi ANTARA, Selasa (1/12), menegaskan, bahwa apa yang dilakukan PPN Sibolga bukan kebijakan PPN Sibolga, melainkan aturan dan amanat dari Undang-undang.
Baca juga: PPN Sibolga tingkatkan pelayanan terpadu satu pintu di bawah pimpinan yang baru
“Itu sesuai dengan Undang-undang nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan. Di mana pada pasal 41 Ayat 3 dan 4 telah diatur bahwa setiap kapal penangkap ikan harus mendaratkan ikan tangkapannya di pelabuhan perikanan yang telah ditetapkan. Jadi ini kata Undang-undang bukan kata saya selaku Kepala PPN Sibolga,” tegasnya.
Nah, jika amanat Undang-undang itu tidak dipatuhi, maka pemilik kapal akan dikenai sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin. Karena sudah menjadi ketentuan dan kewajiban bagi setiap pemilik kapal untuk menyandarkan dan membongkar ikan di pelabuhan perikanan sebagai syarat perpanjangan Surat Izin Penagkapan Ikan (SIPI).
“SIPI itu diperpanjang tiap tahun. Dan syaratnya, pemilik kapal harus melampirkan Surat Keterangan Berpangkalan yang ditandatangani Kepala Pelabuhan (Kalabu) PPN. Dan dalam surat pernyataan itu si pemilik kapal bersedia menerima sanksi jika kapalnya tidak sandar dan bongkar ikan di PPN, maka tidak dikeluarkan Surat Keterangan Berpangkalan dan Surat Persetujuan Berlayar,” sambung Makkasau.
Diakuinya, setiap surat permohonan perpanjangan SIPI wajib diverifikasi dengan melakukan pengecekan apakah kapal tersebut pernah bersandar dan membongkar di PPN Sibolga. Jika tidak pernah, maka PPN Sibolga tidak berani mengeluarkan SIPI.
Makkasau juga membantah bahwa isi Undang-undang tersebut akan menyengsarakan para pemilik tangkahan dan nelayan.
“Tujuan dari PPN itu untuk mensejahterahkan nelayan dengan memberikan pelayanan prima tanpa melanggar aturan. Kami (PPN) tidak meminta seterusnya bersandar dan membongkar di PPN. Tetapi setidaknya pernah dalam setahun itu sandar dan membongkar ikan di PPN, agar ada data kapal itu di di data base PPN, karena itu yang menjadi dasar kuat kami mengeluarkan Surat Keterangan Berpangkalan. Jika saya mengeluarkan surat keterangan berpangkalan sementara kapalnya tidak pernah sandar dan bongkar di PPN, maka saya itu mengeluarkan surat palsu dan itu pidana hukumnya. Selain itu juga, biaya sandar atau bongkar di PPN Sibolga tidak mahal karena sudah ada aturannya,” beber Makasau.
Untuk itulah orang nomor satu di PPN Sibolga itu mengimbau para pemilik kapal untuk mematuhi aturan tersebut, karena itu bukan kebijakan Kepala PPN Sibolga, melainkan amanah Undang-undang yang wajib dijalankan dan patuhi.