Medan (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan untuk melakukan penelitian perkara inisiatif terhadap layanan rapid test untuk diagnosis COVID-19 oleh rumah sakit.
Keputusan tersebut dilaksanakan sejalan dengan komitmen KPPU untuk tetap bekerja melakukan pengawasan persaingan usaha meskipun dalam keadaan bekerja dari rumah (work from home).
Inisiatif tersebut didasarkan atas informasi dari masyarakat yang mengeluhkan penawaran jasa rapid test Covid-19 secara paket yang dilakukan oleh beberapa rumah sakit. Hal ini menyebabkan harga jasa yang ditawarkan menjadi sangat tinggi.
Baca juga: KPPU sarankan pemerintah gelar operasi pasar masker
Baca juga: KPPU sidak gudang distributor masker di Medan
Temuan sementara KPPU terkait harga paket yang ditawarkan rumah sakit bervariasi dari kisaran Rp500 ribu hingga bahkan Rp5,7 juta untuk satu kali pengujian. Tentunya nilai tersebut membatasi kemampuan masyarakat untuk membeli layanan rapid test.
Anggota KPPU Guntur S. Saragih melalui keterangan pers, Rabu (15/4) mengatakan pihaknya mendapat banyak informasi bahwa terdapat beberapa rumah sakit menawarkan layanan rapid test yang diikuti dengan penawaran satu paket layanan kesehatan lainnya saat seseorang ingin melakukan screening awal COVID-19.
"Ini cukup merugikan masyarakat yang hanya ingin melakukan rapid test atau pengecekan cepat atas virus tersebut," katanya.
Sementara itu Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean menyatakan penelitian inisiatif tersebut dimulai sejak tanggal 13 April 2020 oleh Direktorat Investigasi pada Sekretariat KPPU. Penelitian inisiatif ini menjadi prioritas di KPPU untuk dapat diperoleh hasilnya dalam waktu dekat.
Jika memang hasil penelitian ini menunjukkan adanya bukti pelanggaran, maka tahapan berikutnya yang akan dilakukan adalah proses penyelidikan.
“KPPU akan memprioritaskan penelitian ini untuk bisa diselesaikan dalam waktu dekat. Saat ini kami masih terus mengumpulkan data pada lingkup Jabodetabek maupun beberapa daerah di bawah pengawasan Kantor Wilayah KPPU. Jika terdapat minimal satu alat bukti, kami akan lanjutkan ke tahapan penyelidikan,” katanya.
Penelitian inisiatif ini berfokus pada pendalaman apakah penawaran paket layanan tambahan untuk memperoleh layanan rapid test merupakan produk tambahan yang wajib (complementary product) atau tidak.
KPPU juga akan mendalami apakah paket layanan tersebut merupakan sesuatu yang dibutuhkan bagi seluruh hasil diagnosis COVID-19 , tanpa menghiraukan apapun
hasil rapid test tersebut. Jika produk tambahan tersebut bukan komplementer, maka hal ini berpotensi melanggar norma pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999, lanjut Gopprera.
KPPU berharap setiap pihak tidak melakukan pelanggaran UU Nomor 5/1999 yakni Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, khususnya dalam kondisi bencana nasional wabah COVID-19 ini.
Dalam kondisi seperti saat ini, sangat dibutuhkan pengujian melalui rapid test guna mendukung upaya Indonesia dalam melawan dan mengurangi penyebaran virus tersebut.
Untuk itu, KPPU mendorong masyarakat agar melaporkan jika ada dugaan pelanggaran UU Nomor 5/1999. Semoga bencana nasional wabah COVID-19 segera teratasi.
KPPU lakukan penelitian atas dugaan pelanggaran layanan rapid test oleh rumah sakit
Rabu, 15 April 2020 22:22 WIB 2564