Purworejo (ANTARA) - Kepolisian Resor Purworejo, Jawa Tengah bersama TNI dan Pemerintah Kabupaten Purworejo berencana akan melakukan mengklarifikasi munculnya Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, kata Wakapolres Purworejo Kompol Andis Arfan Tofani.
"Kami mengetahui informasi tersebut, namun tindak lanjut belum bisa sampai langkah hukum dan kita akan bareng-bareng melakukan klarifikasi," kata Andis, di Purworejo, Senin.
Ia mengatakan hal ini perlu dilakukan karena belum ada konfirmasi langsung dari pimpinan keraton tersebut dan selama ini informasinya masih simpang siur.
"Kami memang sudah komunikasi dengan camat dan kades setempat tentang hal tersebut dan mereka akan lapor bupati lebih dulu," katanya pula.
Baca juga: Keraton Agung Sejagat mirip pembentukan aliran kepercayaan
Andis menyampaikan sementara ini pihaknya memberikan pemahaman kepada masyarakat sekitar agar tidak resah.
Keberadaan keraton tersebut, ditandai dengan bangunan semacam pendopo yang belum selesai pembangunannya. Di sebelah utara pendopo, ada sebuah sendang (kolam) yang keberadaannya sangat disakralkan.
Pada lokasi tersebut, juga ada sebuah batu prasasti bertuliskan huruf Jawa, dimana pada bagian kiri prasasti ada tanda dua telapak kaki, dan di bagian kanan ada semacam simbol. Prasasti ini disebut dengan Prasasti I Bumi Mataram.
Kemunculan Keraton Agung Sejagat ini mulai dikenal publik, setelah mereka mengadakan acara Wilujengan dan Kirab Budaya, yang dilaksanakan dari Jumat (10/1) hingga Minggu (12/1).
Keraton Agung Sejagat, dipimpin oleh seseorang yang dipanggil Sinuwun yang bernama asli Totok Santosa Hadiningrat dan istrinya yang dipanggil Kanjeng Ratu yang memiliki nama Dyah Gitarja.
Berdasarkan informasi, pengikut dari Keraton Agung Sejagat ini mencapai sekitar 450 orang.
Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat menegaskan bahwa Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat.
Ia mengatakan Keraton Agung Sejagat merupakan kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir perjanjian 500 tahun yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit pada 1518 sampai dengan 2018.
Perjanjian 500 tahun tersebut dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518
Jodiningrat menyampaikan dengan berakhirnya perjanjian tersebut, maka berakhir pula dominasi kekuasaan barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II dan kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra.