Jakarta (ANTARA) - Fame Afo adalah ritual tarian yang biasa dilakukan masyarakat Nias untuk menyambut tamu kehormatan, tarian itu serupa tari sekapur sirih.
Tokoh pemuda Desa Bawomataluo, Nias Tuha Fona Sohahau Duman Wau mengatakan tamu akan disambut dan diberi daun sirih.
"Sirih menjadi tanda penghormatan. Tamu yang memakan sirih, artinya dia percaya kepada si tuan rumah bahwa selama dia di tempat itu dia aman," kata Duman saat ditemui di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Sail Nias 2019 dorong Desa Bawomataluo masuk daftar "World Heritage Unesco"
Tarian ini dulunya biasa dilakukan di kalangan bangsawan yang melibatkan warga desa sebagai penghormatan pada tamu yang diundang untuk acara-acara adat.
Namun saat ini, fame afo lazim digunakan juga untuk menyambut tamu-tamu di luar acara adat.
Biasanya, fame afo ditarikan oleh enam sampai 12 penari perempuan dimulai dengan kalimat-kalimat penyambutan yang diserukan oleh seorang pemimpin.
Nantinya, pemimpin ini mengkomando warga untuk menghantarkan sirih kepada si tamu untuk dikunyah, seraya menyahut "hoooi" bersama-sama.
Baca juga: Sail Nias 2019 dorong Nias dikenal komunitas "yachter"
Selanjutnya, pada prosesi ini, penari perempuan mulai menari sambil membawa bolanafo atau tempat menyimpan sirih dengan iringan dua lelaki yang membawa alat perang. Ini menyimbolkan penjagaan untuk para penari agar tidak diganggu.
Tarian fame afo dipersembahkan tidak boleh lebih dari sembilan ragam gerak yang pada langkah keenam atau kesembilannya, penari menyuguhkan sirih pada tamu. Prosesi ini diiringi seruan dari pemuda yang mengawal sambil menyebut nama tamu yang disambut.
Setelah itu pemuda pengawal juga menyampaikan penyambutan dan kerendahan hati dengan bahasa Nias kepada para tamu. Semua prosesi ini biasanya diiringi juga oleh syair yang berisi nasehat, hikayat, folklore dengan iringan musik tradisional seperti fondrahi, seruling, aramba, canang, tamburu, serta gendang.
Baca juga: Rumah warga akan dijadikan penginapan wisatawan saat Sail Nias
Dalam Jurnal "Ragam Tari Tradisional Nias untuk Program Wisata Budaya Berbasis Masyarakat" yang ditulis Dharma Kelana Putra pada 2017, tari ini disebut sering dimainkan juga oleh lebih dua puluh penari.
Asalkan jumlah penarinya genap dengan seorang penari utama. Ragam gerak tari ini pun diketahui sudah semakin berkembang.