Tapteng (ANTARA) - Dari 6 orang wanita rawan sosial yang berhasil diamankan Satpol PP Tapanuli Tengah dari rumah kos-kosan di kawasan Rindu Alam, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kamis (1/8), ada sosok wanita cantik yang mengaku bernama Anggun.
Wanita berusia 25 tahun itu mengatakan baru pertama kali ke Sibolga-Tapanuli Tengah, itu pun karena diajak temannya menjadi pelayan lapo tuak.
“Saya diajak teman, katanya ada pekerjaan menjaga lapo tuak di Sibolga. Karena saat itu pikiran saya sedang galau karena bertengkar dengan suami, saya tidak pikir panjang lagi dan menerima tawaran itu,” ujar Anggun (bukan nama sebenarnya) dengan wajah sedih ketika dijumpai di Rumah Singgah Dinas Sosial Tapanuli Tengah, Sabtu.
Selama hampir 5 bulan bekerja sebagai penjaga lapo tuak di Rindu Alam, ibu dari satu orang anak itu mengaku tidak menerima gaji. Dia bersama 5 rekannya satu profesi hanya mendapat botolan (persenan dari setiap botol minuman) ditambah uang tips dari tamu yang minum.
“Saya dulu jualan kain bang di Stabat, dan suami saya bekerja sebagai honor di salah satu dinas di Langkat. Perkenalan kami sewaktu suami saya datang menagih retribusi ke pasar. Sesudah menikah, ternyata perlakuan suami saya begitu kasar, dan saya sering mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” bebernya sembari menangis.
Walaupun demikian, wanita yang lahir dan besar di Stabat itu bertahan demi buah hatinya. Namun karena tidak ada perubahan terhadap suaminya, wanita yang hanya mengecap pendidikan tingkat SMP itu pisah ranjang sampai sekarang.
“Memang kami belum cerai secara pengadilan agama bang, tetapi saya tidak sanggup lagi atas perbuatan kasarnya. Akhirnya saya pun nekat untuk pergi dari Stabat dan menitipkan putri saya ke orang tua saya,” ungkapnya.
Selama bekerja sebagai penjaga lapo tuak di Tapteng, wanita pemilik rambut sebahu itu mengaku, pengasilannya tidak menentu dari persenan botolan yang diorder. Karena persenan yang mereka dapat dari satu pasang minuman bir hanya Rp25.000. Sedangkan persenan dari tuak satu botol, Rp10.000.
“Pintar-pintar kita lah bang sama tamu, agar nambah botolannya, apalagi tamu lebih sering datang tengah malam sampai jam 3 pagi,” sebutnya.
Walau pun Anggun mengharapkan dari persenan botolan tamu, ia mengaku tidak mau terjebak dengan tawaran nakal dari peminum. Karena tujuan dia menjadi pelayan lapo tuak untuk menghidupi putrinya dan kebutuhan hidupnya sehari-hari.
“Banyak bang tawaran, bahkan sampai ada tamu yang mengatakan, harus sampai berapa puluh botol dia pesan minuman agar bisa membawa saya keluar dari lapo tuak. Saya bilang sama tamu itu, saya tidak mau yang aneh-aneh,” bebernya.
Ketika ditanya apakah ada oknum pejabat Tapteng yang mampir ke lapo tuak mereka, wanita berkulit putih itu mengaku ada, sembari menyebutkan beberapa nama.
Anggun pun memohon kepada Dinas Sosial Tapanuli Tengah, agar dirinya jangan sampai dikirim ke panti Parawasa Berastagi. Ia mengaku sudah tobat dan kapok dan tidak akan mau lagi bekerja sebagai penjaga lapo tuak.
“Saya mau kerja yang lain aja bang. Mohon bantu bang sampaikan ke bapak Dinas Sosial agar saya jangan dikirim ke Parawasa bang, karena keluarga saya tidak ada yang tahu saya kerja seperti ini bang. Tolong lah bang bantu aku, kan aku sudah cerita sama abang,” pintanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Anggun bersama dengan 5 orang rekannya berhasil diamankan Satpol PP Tapteng saat menggelar razia di rumah kos-kosan di kawasan Rindu Alam.
Mereka dirazia karena adanya laporan dari masyarakat setempat yang sudah gerah dengan kehadiran wanita-wanita sebagai pelayan lapo tuak.
Saat dirazia, keenam wanita yang bukan warga Tapanuli Tengah itu, tidak dapat menunjukkan identitas diri mereka, seperti KTP, atau SIM dan KK. Akhirnya mereka diserahkan oleh Satpol PP Tapteng ke Dinas Sosial Tapteng untuk dibina, sembari menunggu persiapan untuk dikirim ke panti Parawasa Berastagi.
Kisah Anggun, dari jualan kain hingga menjadi pramusaji di lapo tuak
Sabtu, 3 Agustus 2019 10:51 WIB 7682