Sydney (ANTARA) - Pasar saham Asia turun pada awal perdagangan Rabu pagi, sementara obligasi global menguat, karena investor cemas atas prospek pertumbuhan dunia dengan ketegangan perdagangan antara Washington dan Beijing tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.
Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang, terakhir turun 0,4 persen setelah tiga hari berturut-turut naik. Indeks saham KOSPI Korea Selatan dan Australia masing-masing 0,9 persen lebih rendah.
Nikkei Jepang tersendat 1,4 persen, sementara E-Minis untuk S&P 500 merosot 0,2 persen.
Penghindaran risiko telah meningkat secara global dalam beberapa hari terakhir, karena kekhawatiran resesi dunia muncul kembali di tengah data makro yang mengecewakan di negara-negara ekonomi utama. Kemenangan untuk partai-partai euroskeptis dalam pemilihan Uni Eropa dan juga jajak pendapat di Yunani serta kekacauan politik di Austria telah menambah prospek suram.
Perselisihan Italia dengan Komisi Eropa mengenai anggarannya juga memberikan dampak negatif besar bagi pasar dunia.
Di Asia, fokus tetap pada perang dagang China dan Amerika Serikat yang sedang berlangsung. Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Senin (27/5/2019) bahwa Washington belum siap untuk membuat kesepakatan dengan China. Pada saat yang sama, ia menekan Jepang untuk mengurangi ketidakseimbangan perdagangannya dengan Amerika Serikat.
"Saat ini, pertumbuhan tidak membaik di Eropa tetapi memburuk di tempat lain," kata analis JPMorgan dalam sebuah catatan.
Data AS pada Senin (27/5/2019) menunjukkan ukuran aktivitas manufaktur secara tak terduga turun menjadi -5,3 pada Mei dari +2,0 di bulan sebelumnya.
"Perang dagang tidak menghasilkan kemajuan apa pun dan sulit membayangkan kedua pihak mencapai kesepakatan ekonomi penuh, final, dan permanen dalam waktu dekat," tambah mereka.
"Meskipun tidak akan ada yang berubah bearish signifikan menjelang KTT G20 mengingat potensi kejutan Trump."
Jepang akan menjadi tuan rumah pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral Kelompok 20 pada 8 dan 9 Juni.
Analis di Citi memperhitungkan langkah-langkah hukuman terhadap Huawei China dan perusahaan teknologi lainnya, sebagai bagian dari pertarungan tarif, dapat merusak pertumbuhan produktivitas global.
"Persaingan teknologi di sini tetap," analis Citi Johanna Chua mengatakan dalam sebuah catatan, menambahkan sulit untuk menjadikan aset-aset berisiko konstruktif di Asia pada saat ini."
"Kami mempertahankan bias menjadi panjang dolar AS-Asia ... Karena pertumbuhan cenderung lebih besar daripada kekhawatiran inflasi, kami berharap bias bank sentral Asia akan tetap berada di sisi akomodatif."
Obligasi global reli semalam dengan imbal hasil surat utang AS jatuh lebih jauh ke 2,2693 persen, terendah sejak September 2017. Imbal hasil Obligasi Jerman (German Bund) juga berada di lereng yang licin sejak pemilihan umum -pemilihan umum di Uni Eropa.
Dalam mata uang, indeks dolar naik lebih tinggi ke 97,924 dari level terendah dua minggu terakhir di 97,547.
Euro jatuh untuk hari ketiga berturut-turut ke 1,1650 dolar mendekati level terendah dua tahun terakhir di 1,1110 dolar. Pound Inggris juga melemah menjadi 1,2658 dolar setelah jatuh selama dua sesi berturut-turut karena gejolak politik tentang keluar dari Uni Eropa.
Di pasar komoditas, harga minyak melemah pada Rabu setelah naik hampir satu persen di sesi sebelumnya setelah banjir di seluruh Midwest menghambat aliran minyak mentah dari pusat penyimpanan utama AS di Cushing, Oklahoma.
Minyak mentah Brent terakhir kehilangan 15 sen pada 69,96 dolar per barel, melayang di dekat tingkat psikologis 70 dolar. Minyak mentah AS turun 37 sen menjadi 58,77 dolar AS per barel. Demikian laporan yang dikutip dari Reuters.
Saham Asia turun, obligasi reli akibat kekhawatiran pertumbuhan global
Rabu, 29 Mei 2019 8:57 WIB 906