Jakarta (ANTARA) - Tidak kurang dari dua mantan presiden yakni Presiden ketiga BJ Habibie dan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhyono telah mulai mengimbau seluruh rakyat Indonesia untuk menerima pengumuman KPU RI pada Selasa, 21 Mei tentang pemilihan presiden.
Susilo Bambang Yudhoyono pada hari Selasa dari Singapura untuk mendampingi istrinya, Ibu Ani Yudhoyono, yang sedang menjalani pengobatan akibat penyakit kanker darah telah meminta rakyat Indonesia untuk menerima pengumuman Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia bahwa pemenang Pilpres pada 17 April 2019 adalah pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang mendapat 55,55 persen suara. Sementara itu, pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto- Sandiaga salahudin Uno mendapat 44,5 persen suara.
SBY pada hari Selasa (21/5) malam telah menelepon langsung Joko Widodo untuk menyampaikan selamat atas kemenangannya tersebut. SBY juga menyampaikan harapannya agar Joko Widodo terus mengabdi kepada bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Putra pertama SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada Rabu pagi telah menemui Presiden Jokowi di Istana Bogor juga untuk menyampaikan ucapan selamatnya. Mantan perwira TNI Angkatan Darat ini mengungkapkan bahwa dirinya telah diminta ayahnya untuk menjadi 'jembatan" atau penghubung dengan Jokowi.
Bahkan Yudhoyono telah mengutip pernyataan Prabowo kepada simpatisannya untuk ikut menjaga keamanan dan ketertiban di seluruh Tanah Air dan menyampaikan ketidakpuasannya tentang hasil Pilpres secara kostitusional lewat MK.
Sementara itu, masyarakat melalui televisi menyaksikan pernyataan Profesor Habibie kepada masyarakat untuk realistis menerima kenyataan yang menyangkut pengumuman KPU RI mengenai Pilpres.
Pertanyaan bagi rakyat Indonesia adalah apakah ucapan Habibie dan SBY tidak ada manfaatnya bagi negara ini?
Pernyataan Habibie dan SBY ini rasanya tidak berlebihan sama sekali terutama karena sejak Selasa malam (21 Mei) hingga Rabu (22 Mei) suasana di Ibu Kota Jakarta pasti tidak menenangkan dan menyenangkan rakyat Jakarta khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya terutama karena telah terjadi kerusuhan serta tindakan kekerasan seperti di kawasan Tanah Abang dan di depan kantor Badan Pengawas Pemilu alias Bawaslu.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Polisi Mohammad Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu siang telah menguraikan bahwa massa di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat pada Rabu dinihari telah menyerbu asrama Brigade Mobil alias Brimob sehingga mengakibatkan rusaknya sekitar 11 mobil dan 14 mobil dibakar.
Inspektur Jenderal Iqbal yang mantan Kapolrestabes Surabaya dan Wakapolda Jatim ini mengungkapkan bahwa pihaknya telah menemukan data dan fakta bahwa para penyerbu atau perusuh tersebut bukanlah penduduk DKI Jakarta melainkan dari daerah- daerah sekitarnya seperti Bogor, Jawa Barat serta Provinsi Banten.
Karena tindak kerusuhan ini muncul satu hari setelah pengumuman Pilpres oleh KPU RI maka tentu rakyat Indonesia berhak meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk segera menyebarluaskan hasil penyelidikan dan penyidikannya supaya rakyat Indonesia benar- benar melihat dan menyaksikan oknum-oknum perusak persatuan dan kebangsaan tersebut.
Siap menang siap kalah
Pemilihan Presiden pada tahun in memang hanya diikuti oleh pasang calon yaitu Joko Widodo-Ma’ruf Amin serta Prabowo Subianto= Sandiaga Salahudin Uno. Dalam setiap perbandingan apa pun juga, praktis hanya ada satu juara pertama dan kedua sehingga hampir tidak terdapat juara kembar.
Selama beberapa tahun terakhir ini, di Tanah Air dikenal istilah dalam bidang politik, yakni "Siap Menang dan Siap Kalah". Dengan demikian harus disadari apalagi dalam bidang politik tidak bakal lahir dua presiden.
Di bidang olahraga, acapkali sering terjadi perkelahian, tawuran atau apa pun istilahnya diantara para pemain kedua kesebelasan alias tim terutama dalam sepakbola. Bahkan beberapa bulan lalu, ada satu korban yang tewas setelah pertandingan sepak bola d Bandung, Jawa Barat.
Sementara itu, di Pemilihan Umum yang terdiri atas Pilpres dan Pileg telah tewas sedikitnya 662 anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara atau KPPS serta kurang lebih 29 anggota Polri dan tiga prajurit TNI meninggal dunia demi bangsa Indonesia.
Percumakah pengorbanan itu?
Semua politisi, provokator serta pelaku kerusuhan di Jakarta itu seharusnya membayangkan betapa sedihnya semua anggota keluarga anggota KPPS, TNI dan jugaI Polri. Keluarga merasa ditinggalkan oleh ayah atau ibu yang sangat mereka cintai dan disayangi. Sekalipun pemerintah telah menganggarkan uang duka dan juga uang pengganti bagi ribuan petugas yang sakit, maka pasti uang duka itu "tak berarti".
Karena Prabowo-Sandiaga disebut--sebut bakal membawa kasus mereka ke Mahkamah Konstitusi untuk mencari keadilan maka pertanyaan yang amat gampang adalah apakah selama berminggu-minggu masyarakat Jakarta akan terus dilanda ketakutan, kekhawatiran terus terjadinya kerusuhan, tindak kekerasan atau apa pun istilahnya ?
Rakyat Indonesia pasti sangat mengharapkan supaya suasana tegang ini tidaklah berlarut-larut agar kehidupan pulih kembali, sehingga orang bisa mencari nafkah demi keluarganya yang amat membutuhkan apalagi umat Islam sedang menjalankan ibadah pusa pada bulan Ramadhan, yang bakal dilanjutkan dengan Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah.
Jadi, masih harus dilanjutkankah keributan, ketegangan seperti pada hari Selasa dan Rabu 21-22 Mei ? Para pelaku tindak kekerasan serta semua provokator harus tahu bahwa yang amat didambakan masyarakat Indonesia tidak lain cuma suasana damai, tenang alias kondusif dan bukannya ketegangan.
Pemilu akan berlangsung lagi pada tahun 2024 dan itu bukanlah waktu yang "terlalu lama" apalagi Jokowi tidak bisa mencalonkan diri lagi, sehingga sejak sekarang sudah hari "dilongok- longok" atau dicari bahkan disiapkan siapa saja yang pantas untuk dijadikan bakal calon presiden dan wakil presiden ditambah lagi dengan calon anggota DPD, DPR, DPRD provinsi, kota serta kabupaten.
Jadi daripada bertengkar bahkan berkelahi tentang Pilpres 2019 maka jauh lebih baik bersiap- siap demi tahun 2024 serta ingatlah pengorbanan ratusan anggota KPPS, serta puluhan prajurit Polri dan juga TNI.
*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan LKBN ANTARA tahun 1982--2018, pernah meliput acara-acara kepresidenan tahun 1987--2009