Jakarta (ANTARA) - Dirut PT PLN nonaktif Sofyan Basir (SFB), tersangka kasus korupsi terkait dengan kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat.
Sebelumnya, KPK pada hari Jumat ini memanggil Sofyan untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
"Ternyata hari ini ada dua panggilan yang waktunya bersamaan. Pak SFB ada panggilan juga di Kejagung sebagai saksi dalam kasus terkait dengan kapal pembangkit, sudah dua kali tidak hadir. Sepertinya akan menghadiri panggilan Kejagung hari ini," kata Soesilo Aribowo, pengacara Sofyan, saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Sementara itu, Vice President Public Relation PT PLN Dwi Suryo Abdullah juga mengatakan bahwa pada hari Jumat ini Sofyan memenuhi panggilan Kejagung.
"Pada hari ini yang bertepatan juga dengan panggilan KPK, tadi pagi pukul 09.00 WIB dia sudah berada di Kejagung untuk memenuhi panggilan tersebut dan pada kesempatan yang sama, kuasa hukumnya menyampaikan surat untuk penundaan di KPK," kata Dwi Suryo di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat.
Pemanggilan sebagai tersangka pada hari ini merupakan yang kedua bagi Sofyan setelah sebelumnya diperiksa sebagai tersangka pada hari Senin (6/5). Saat itu, KPK belum menahan Sofyan usai diperiksa.
Untuk diketahui, KPK pada hari Selasa (23/4) telah menetapkan Sofyan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT Riau-1).
Diduga, telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga Sofyan telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.
Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat, seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.
Tersangka Sofyan pun telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana dijadwalkan digelar pada Senin (17/6).