Jakarta (ANTARA) - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai memiliki kemampuan atau terdepan dalam urusan teknologi informasi dan ekonomi digital sehingga menggambarkan orientasi kepemimpinan dalam pembangunan nasional.
"Tugas pemimpin menciptakan haluan pembangunan ekonomi yang tidak hanya menyelesaikan masalah kekinian, namun juga pentingnya visi dan orientasi pemimpin di dalam merebut dan menata kepemimpinan masa depan," kata Hasto Kristiyanto, Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, usai debat capres kelima yang digelar di Hotel Sultan, di Jakarta, Sabtu.
Dalam debat yang mengusung tema ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan, investasi dan industri itu, terjadi perdebatan soal ekonomi digital yang menimbulkan kesenjangan pemahaman.
"Prabowo nampak selalu menghindar berbicara ekonomi digital. Padahal di mata Jokowi, ekonomi digital tidak hanya berkaitan dengan platform IT, namun juga menghadirkan peran strategisnya untuk mengangkat ekonomi kerakyatan"," ujar Hasto.
Pada kesempatan itu juga terjadi perdebatan soal kebijakan ekonomi yang memerlukan pentingnya penanganan menguasai industri hulu-hilir
"Kebijakan industrialisasi Jokowi dan hilirisasi, peningkatan kemampuan ekspor barang jadi dan setengah jadi yang ditopang digitalisasi terbukti mendorong pertumbuhan industri. Sehingga kritik deindustrialisasi Prabowo sudah bisa diatasi," ujar Hasto.
Apalagi dengan progres pembangunan industri petrokimia untuk mengatasi defisit perdagangan. Semua adalah jalan baru ekonomi nasional yang memperkuat daya saing perekonomian nasional
Selain itu tambahnya, Jokowi terbukti konsisten dalam pemahaman ekonomi makro, ekonomi negara, bukan kebijakan ekonomi atas kasus orang per orang sebagaimana diungkap Sandi.
"Ketidakmampuan Pak Prabowo melihat masa depan adalah kartu truft Jokowi. Bangsa ini harus bergerak maju, bukan mundur pada gambaran masa lalu suram," ujarnya.
Dalam debat terakhir capres tersebut, Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menilai kekayaan nasional saat ini lebih banyak tersimpan di luar negeri dan tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
"Kenyataannya adalah dan diakui pemerintahan sekarang, bahwa kekayaan nasional Indonesia mengalir ke luar negeri. Lebih banyak uang di luar negeri daripada di dalam negeri," ujarnya.
Prabowo mengatakan kondisi ekonomi ini sudah menyimpang dari cita-cita pendiri bangsa dan tidak membawa kesejahteraan yang sebenarnya bagi seluruh masyarakat.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa saat ini mulai terjadi gejala deindustrialisasi karena Indonesia tidak punya strategi yang jelas untuk meningkatkan pembangunan industri.
"Sekarang bangsa Indonesia, tidak memproduksi apa-apa, kita hanya bisa menerima produksi dari bangsa-bangsa lain. Ini keliru dan harus kita ubah," kata Prabowo.