Tapanuli Utara (ANTARA) - Puisi yang merupakan bagian dari ungkapan hati yang dilantunkan dalam barisan kata, kini berevolusi menjadi bagian dari produk digital agar lebih mudah untuk dinikmati dalam berbagai situasi, seperti yang dilakoni Gracia Lumbantobing.
"Melalui platform digital sebagaimana karya audio lainnya adalah salah satu cara menaikkan posisi nilai puisi," ujar Gracia, Senin (11/3).
Disebutkan, tentunya banyak cara menikmati diksi-diksi menarik dalam satu judul puisi. Karya sastra yang jamak dijumpai dalam catatan buku tersebut sekarang sudah berevolusi menjadi bagian dari produk digital.
Sejumlah pencipta berlomba-lomba membuat inovasi mengenalkan puisi dengan ragam cara. Salah satunya lewat dokumentasi audio agar mudah dinikmati dalam berbagai situasi.
"Ada sekitar sepuluh judul puisi, kalau dibuat buku ya nanggung. Makanya saya berpikir untuk membuat album ini," sebutnya.
Gracia, putri dari Ephorus HKBP Pdt Dr Darwin Lumbantobing/M Br Siahaan menjadi salah satu penyair yang giat merekam puisi.
Perempuan darah Batak yang berdomisili di Bandung ini memilih untuk menawarkan karyanya dengan cara berbeda, yakni mempresentasikan puisinya dalam sebuah "project" album.
Tak hanya menampilkan karyanya lewat seni pertunjukan, pemanfaatan platform digital dalam menawarkan keindahan puisinya juga menjadi keputusan pilihan yang dilakukannya.
Gracia menyebutkan, dirinya sudah menyelesaikan beberapa project di Bandung, dengan karya terbaru, yakni album solo berisi 10 puisi yang dibawakan dalam konsep "live recording" tanpa iringan musik dalam durasi 40 menit, yang direkam di Studio Lokananta Solo.
Alasan pemilihan Lokananta disebutkan berhubungan dengan isu yang ada dalam karya-karyanya. Salah satunya, puisi "Jika Aku Berkelana", yang terinspirasi dari visualisasi salah satu rumah peninggalan Tionghoa, yang misinya hampir mirip dengan latar belakang pembangunan Lokananta.
Selain itu masih ada beberapa judul epik lain seperti "Tanya Kamu" yang ditulis dalam empat subjudul, atau "Bangun Pertiwi".
Menurut perempuan yang menekuni bidang videografi dan desain grafis ini, puisi tidak dapat berdiri sendiri jika hanya berbentuk teks, tanpa disuarakan, tanpa ruang, tanpa perlengkapan audio dan tanpa "audien".
Harapnya, mimpi untuk menyetarakan suara puisi dengan lagu, sehingga suatu saat nanti pecinta karya sastra bisa menikmati suara puisi lewat berbagai platform digital, dapat diwujudkan.
Sehingga, puisi juga bisa diakses semua orang layaknya karya musik, menjadi teman baik dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
"Harapan saya, banyak penyair yang akan melakukan hal sama seperti ini," tukasnya.