Panyabungan (Antaranews Sumut) - Makanan khas Mandailing "Itak Poul-poul" ditetapkan menjadi warisan budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
Penetapan ini merupakan yang ketiga setelah Gordang Sambilan dan Toge Panyabungan.
Penetapan kuliner asal Mandailing menjadi hak kekayaan budaya Indonesia ini
dilaksanakan dalam sidang penetapan warisan budaya Takbenda Indonesia tahun 2018 di Hotel Millennium Sirih, Jl. Fachruddin No. 3, Jakarta Pusat pada beberapa waktu yang lalu.
Ini merupakan usulan dari Badan Pelestarian Nilai Budaya, UPT Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI wilayah Sumbagut.
Pengolah Data Nilai budaya Badan Pelestarian Nilai Budaya, UPT Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI wilayah Sumbagut, Miftah Nasution menjawab ANTARA, Senin menyampaikan, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang terdiri dari 1.340 suku bangsa (berdasarkan sensus BPS pada tahun 2010), tentulah memiliki kekayaan budaya yang tak terhingga. Inilah yang mendasari pemerintah melalui Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjen. Kebudayaan) Kemendikbud RI melakukan inventarisasi seluruh kekayaan budaya tersebut.
Ia mengatakan, sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) yang merupakan UPT dari Ditjen Kebudayaan di daerah merupakan ujung tombak dari inventarisasi tersebut.
Proses inventarisasi ini tidak berhenti sampai disini, setiap tahun beberapa dari mata budaya tersebut akan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTB Indonesia) setelah melewati beberapa kali proses seleksi, mulai dari tahapan pengajuan oleh dinas pemangku kebudayaan pada tingkat provinsi, seleksi kelengkapan, sidang pertama, verifikasi, sidang kedua, dan terakhir sidang penetapan dengan menghadirkan para stakeholder terkait mata budaya yang diajukan.
"Ini bertujuan agar kekayaan budaya milik Indonesia tidak diklaim sebagai milik negara lain," ujarnya.
Sejak proses pengajuan pertama kali, BPNB Aceh telah mengajukan 14 mata budaya dari Provinsi Aceh dan 14 mata budaya dari Provinsi Sumatera Utara untuk diusulkan masuk sebagai WBTB Indonesia di tahun 2018.
Namun setelah melewati beberapa kali proses seleksi akhirnya masing-masing dari kedua provinsi ini hanya diterima sebanyak 8 mata budaya saja.
Adapun ke-8 mata budaya dari Aceh yang disidangkan pada Sidang Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018 adalah: Keumamah (Aceh); Tari Laweuet (Aceh); Likee (Aceh); Panglima Laot (Aceh); Kuah Beulangong (Aceh); Keni Gayo (Gayo); Silat Pelintau (Tamiang); dan Pemamanan (Alas).
Dan yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia hanya 7 saja, adapun untuk Silat Pelintau ditangguhkan sementara dikarenakan adanya kekurangan pada narasinya, belum mencantumkan makna atau nilai dibalik gerakan-gerakan silat tersebut.
Sedangkan Delapan mata budaya dari Provinsi Sumatera Utara yang disidangkan pada sidang penetapan tersebut lolos semua dan telah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia tahun 2018. Delapan mata budaya tersebut adalah: Tari Dulang (Melayu); Sinandong Asahan (Melayu); Gendang Guro-guro Aron (Karo); Pelleng (Pakpak); Gotong (Simalungun); Itak Poul Poul (Mandailing): Kalabubu (Nias); dan Mangarontas (Toba).
Sedangkan untuk kesenian Mandailing "Sitogol" yang diusulkan sebelumnya hingga saat ini masih dalam proses.