Labuhanbatu Selatan, 25/4 (Antarasumut) - Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan menggelar mediasi terkait pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh PT. Tasik Raja (AEP Group) terhadap belasan buruh harian lepas.
Namun belum ada kesepakatan dalam pertemuan itu.
Kepala Dinas Sosnakertrans Sutrisno pada mengatakan, akan membuat anjuran kepada para pihak sebagai dasar melanjutkan permasalahan tersebut ke tingkat pengadilan hubungan industrial.
"Saya sangat menyayangkan pihak perusahaan tidak bersedia membuka diri untuk mediasi ini. Namun begitu kami akan melakukan pengecekan langsung terkait administrasi ketenagakerjaan di perusahaan tersebut," katanya, Senin pagi.
Mediasi yang dipimpin langsung Kepala Dinas Sosnakertrans, Sutrisno diikuti oleh Kuasa Hukum sebelas BHL yang di PHK Diapari Marpaung, perwakilan buruh yang di PHK Rohimah Lubis, dan kepala tata usaha Perkebunan PT. Tasik Raja Taufik Hidayat Purba yang mewakili manajemen perusahaan.
Diapari Marpaung mengatakan, sebenarnya jumlah BHL yang di PHK sepihak sebanyak 35 orang, namun hanya 11 yang memberikan kuasa padanya.
Menurutnya, PHK yang dilakukan perusahaan tidak beralasan dan meminta agar keputusan itu dibatalkan. "Kami meminta agar perusahaan mempekerjakan kembali BHL yang di PHK dan dijadikan SKU. Para buruh perawatan kebun ini tidak boleh dijadikan BHL, karena kegiatan mereka merupakan pekerjaan pokok," katanya, Senin di Kotapinang.
Rohimah Lubis salah seorang pekerja yang di PHK mengaku sudah bekerja sebagai buruh perawatan kebun di perusahaan itu selama tiga tahun, namun statusnya tetap sebagai BHL yang hanya mendapatkan upah harian sebesar Rp80 ribua-an.
Menurutnya, peprusahaan memutuskan hubungan kerja sepihak pada Maret 2016 lalu tanpa alasan jelas. "Setiap hari kami bekerja kecuali Jumat dan Sabtu, dan status kami selama ini tetap BHL," katanya.
Manajemen perusahaan yang diwakili Taufik Hidayat Purba tidak dapat mengambil keputusan dalam mediasi itu.
Dia mengatakan, saat ini di perusahaan itu terdapat lebih kurang 250-an tenaga BHL dan masa kerja para BHL tersebut tidak ada yang memenuhi 21 hari berturut-turut dalam sebulan, sehingga statusnya tidak ditingkatka menjadi karyawan. "Status mereka sebagai BHL," katanya.
Karena tidak ada titik temu, mediasi itu akhirnya ditutup dengan kesimpulan pihak pekerja dapat melakukan upaya ketingkat yang lebih tinggi yakni PHI.