Medan, 22/3 (Antara) - Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan perlindungan hukum terhadap kaum perempuan yang selama ini terus mengalami kekerasan dan perlakuan tidak terpuji di masyarakat.
"Sudah saatnya kaum hawa mendapat perlakuan yang baik dan tidak lagi mengalami kekerasan di rumah tangga, serta harus selalu dihormati," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Budiman Ginting SH di Medan, Selasa.
Selama ini, menurut dia, kaum perempuan seolah-olah seperti terabaikan dan kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
"Hal seperti ini diharapkan jangan sampai terjadi lagi, karena akan merugikan bagi kehidupan dan masa depan perempuan tersebut," ujar Budiman.
Ia menyebutkan, berdasarkan Undang-undang (UU) Perlindungan Perempuan, bahwa mereka harus mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan.
Namun, kenyataanya kaum wanita tersebut sering mengalami perlakuan yang tidak terpuji, misalnya mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penganiayaan, penjualan wanita ke luar negeri, pelecehan seks, mengalami pemerkosaan, dan lainnya.
"Perbuatan yang tidak manusiawi yang dialami kaum perempuan itu, harus segera dihentikan dan jangan pernah terjadi lagi. Kita tidak mengenal perbuatan yang seperti itu," ujarnya.
Budiman mengatakan, semakin meningkatnya kasus kekerasan yang dialami kaum perempuan itu dikarenakan mereka dianggap lemah dan mudah dipengaruhi, serta tidak mampu melakukan perlawanan terhadap lelaki.
Oleh karena itu, pemerintah dan instansi terkait lainnya harus selalu memberikan pendampingan dan tidak membiarkan perempuan mendapat tindakan yang kurang baik.
"Ini adalah merupakan tanggung jawab pemerintah dan jangan sampai mereka dibiarkan terus menderita, serta selalu mengalami pelanggaran hak asasi manusia (HAM)," kata Wakil I Dekan Fakultas Hukum USU itu.
Sebelumnya, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kekerasan pada perempuan meluas, tidak hanya terjadi ranah domestik atau perkawinan, tetapi juga ranah komunitas dan negara.
"Ini terkait dengan peraturan daerah yang diskriminatif, peristiwa intoleransi agama, kebijakan hukuman mati, penggusuran, konflik politik, yang semuanya berdampak langsung pada pelanggaran hak perempuan," ujar Ketua Komnas Perempuan Azriani dalam peluncuran Catatan Tahunan di Jakarta.
Pihaknya mencatat dari total laporan 321.752 kasus, dalam ranah domestik adalah kasus perkosaan sebanyak 2.399 kasus, pencabulan sebanyak 601 kasus, dan pelecehan seksual sebanyak 166 kasus.
Dalam ranah komunitas, Azriani menuturkan terdapat 5.002 kasus dan kekerasan seksual pada perempuan mendominasi sebanyak 61 persen dari kasus tersebut.
Komnas Perempuan juga memberikan perhatian serius pada pemberitaan media mengenai pekerja seks, mucikari dan artis pekerja seks, kasus "cyber crime", iklan biro jodoh berkedok syariah, serta kasus perbudakan seks anak perempuan oleh ayah mertua di Tapanuli Selatan.