Medan, 8/9 (Antara) - Pemerintah perlu melakukan penelitian mendalam dan studi kelayakan terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir agar tidak menimbulkan bencana besar di kemudian hari.
"Pembangunan berupa tenaga nuklir itu, bukan hal yang mudah dilaksanakan dan selama ini sering menjadi pro dan kontra," kata Pakar Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Eddy Marlianto di Medan, Senin.
Hal tersebut dikatakannya ketika diminta tanggapannya mengenai rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di sejumlah daerah di Indonesia.
Marlianto mengatakan, wacana pembangunan PLTN tersebut boleh-boleh saja, tetapi juga harus dipikirkan secara luas mengenai dampak baik dan buruknya di kemudian hari bagi masyarakat.
Hal itu dikarenakan pengaruh dari pembangunan zat radioaktif tersebut bukan hanya terhadap manusia, tetapi juga lingkungan, hewan, dan tanam-tanaman yang akan mengalami kepunahan.
"Pembangunan tenaga nuklir itu, harus dipikirkan secara arif dan bijaksana, agar kemudian hari tidak menimbulkan permasalahan bagi masyarakat," ujar Marlianto.
Ia menjelaskan, dalam pembangunan PLTN tersebut, tentunya terlebih dulu perlu diminta aaran dan petunjuk dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), termasuk mengenai lokasi yang dianggap strategis.
Pembangunan tenaga nuklir itu tidak boleh dianggap hal sepele, dan jika sedikit saja mengalami kesalahan atau kebocoran gas, bisa membuat fatal bagi manusia dan mahluk hidup lainnya.
Selain itu, mengenai tenaga ahli atau sumber daya manusia (SDM) dalam mengendalikan nuklir tersebutl bisa saja diperoleh dari lulusan sarjana atom dari berbagai universitas dan juga diambil dari Batan.
"Pembangunan PLTN tersebut dinilai sangat tepat sebagai energi yang terbarukan, dan dapat menambah kesejahteraan bagi masyarakat," kata Guru Besar pada jurusan Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara itu.
Sementara itu, salah satu pemanfaatan teknik nuklir yaitu PLTN yang digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang relatif murah, aman, dan tidak mencemari lingkungan.